Organisasi Petani Kedelai di Indonesia Sangat Lemah
Editor: Koko Triarko
“Harga jual kedelai yang ditentukan oleh pasar menyulitkan petani untuk melakukan intervensi,” tukasnya.
Apalagi, organisasi petani kedelai di Indonesia sangat lemah. Berbeda dengan negara Amerika yang memiliki American Soybean Association sebagai wadah meningkatkan posisi tawar petani kedelai, baik di mata pemerintah maupun di tingkat pasar, sehingga petani mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah.
Menurutnya, kompleksitas masalah kedelai nasional sejatinya bukan hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Pertanian (Kementan), tetapi juga stakeholders lainnya.
Seperti Kementerian Perdagangan (Kemendag), Badan Umum Milik Negara (BUMN), dan Perum Bulog. Untuk itu, menurutnya diperlukan kolaborasi lintas kementerian, pemerintah daerah, bulog, pelaku usaha, importir, dan industri pengguna kedelai.
“Kolaborasi kementerian dan lembaga suatu keharusan, ini untuk memberikan kontribusi sesuai tupoksinya, untuk mewujudkan swasembada kedelai pada 2024,” ujarnya.
Saat ini, tambah dia, produksi kedelai lokal mencapai 1,8 juta ton per tahun. Sehingga ada peluang bagi pemerintah untuk mengoptimalkan produksi kedelai dalam negeri.
Kementan sebagai kementerian teknis, harus memiliki program aksi yang konkrit, yakni artinya dapat dilaksanakan dan terukur. “Sedangkan untuk kebijakan dan strategi perlu disusun secepat mungkin, agar produksi kedelai dalam negeri dapat dipenuhi secara mandiri,” pungkasnya.