Organisasi Petani Kedelai di Indonesia Sangat Lemah
Editor: Koko Triarko
JAKARTA – Untuk meningkatkan produksi kedelai nasional, diperlukan pembinaan petani yang lebih maksimal, dan kolaborasi antara kementerian harus lebih ditingkatkan.
Ketua Umum Pemuda Tani HKTI, Rina Saadah, mengatakan minimnya pembinaan petani kedelai dibandingkan tanaman pangan lainnya, menjadi kendala. Apalagi, petani kedelai Indonesia tidak memiliki benih standar.
Padahal, menurutnya ada banyak varietas unggul kedelai yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian yang kualitasnya tidak kalah dengan keledai impor.
“Kualitas kedelai varietas unggul ini, ukuran biji besar, warna kuning, umur panen lebih cepat, dan hasilnya 2 ton per hektare. Kualitasnya nggak kalah dari kedelai impor,” ujar Rina, kepada Cendana News saat dihubungi, Senin (25/1/2021).
Dengan benih kedelai tersebut, kata dia, selanjutnya tinggal membangun sistem perbenihan kedelai agar ketersediaan varietas yang dimaksud terjaga sepanjang musim tanam.
Hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga bisa digunakan untuk memaksimalkan produksi kedelai lokal. Dengan begitu, diharapkan petani Indonesia dapat menanam kedelai dengan benih standar berkualitas bagus. Bahkan, dengan benih kedelai ini, hasil panen petani akan maksimal didapatkan.
“Kendalanya kan petani kedelai kita nggak punya benih standar, panen masih dilakukan secara tradisional sampai hasil panen yang kurang baik, seperti tercampur tanah hingga daun,” tukasnya.
Lebih lanjut, dikatakan dia, kurangnya pembinaan juga menyebabkan kedelai dipanen dan dijual terlalu awal dalam kondisi masih sangat muda. Ini karena petani membutuhkan uang.
Namun, terkadang juga kedelai petani kerap terlalu tua karena pembeli tidak kunjung datang. Kendala lainnya adalah kompleksnya mekanisme pasar.