Nyatanya, aku masih penasaran, dan mengejar lagi dengan pertanyaan lain. Bapak membentak. Mengancamku akan memukul bila masih cerewet.
Aku pun tidak lagi pernah bertanya kepada bapak. Aku takut menghadapi luapan kemarahannya. Jika bapak marah kepadaku, biasanya aku akan ke tempat tidur, dan tidak berdaya dengan telinga kusumpal bantal atau selimut.
Tapi aku benar-benar penasaran dengan pekerjaan bapak. Aku sudah mencoba akan mengikuti bapak saat kepergiannya sekitar pukul sembilan dengan cara diam-diam. Ibu selalu mencegahku keluar dengan alasan korona yang semakin menyebarluas dan mengkhawatirkan. Mungkin ia curiga denganku.
Aku tidak pernah berhasil lolos dari rumah. Pintu selalu sudah terkunci begitu bapak pergi. Melompat jendela kamar tidak mungkin kulakukan. Di jendela kamar terpasang teralis.
Secara otomatis aku tidak memperoleh petunjuk yang menunjukkan bapak bekerja sebagai apa. Kuamati hari libur kerja bapak tidak tentu. Ini sungguh mengundang rasa penasaran tersendiri. Setiap bapak pulang, aku nyaris tidak pernah lagi berbincang dengan bapak.
Pasti ia akan menuju kamar mandi, lalu makan, dan tidur. Ia tidak pernah lagi menonton televisi saat malam hari. Bapak baru mengajakku mengobrol saat pagi tiba.
Rasa penasaran akan apa pekerjaan bapak, semakin memuncak. Penyebaran korona semakin parah. Bapak tidak berdiam diri di rumah. Aku mengambil kesimpulan, berarti gaji bapak adalah harian. Tapi apa pekerjaan bapak? Pikirku tidak habis pikir. Pikiranku tidak pernah menemui titik terang.
Suatu hari bapak pulang jam sebelas malam. Aku memang belum tidur, bermain game. Pintu kamar kukunci dari dalam sejak pukul delapan. Ibu mengira aku sudah tidur.