Perburuan Satwa Liar di Sumatra karena Permintaan Tinggi
Editor: Koko Triarko
Lokasi pelepasliaran satwa liar yang memiliki habitat cukup baik ada di Gunung Rajabasa. Sebagian satwa dilepasliarkan pada Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TBBS),Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Pelepasliaran satwa menjadi salah satu cara menyelamatkan satwa asal Sumatra, sekaligus menekan perburuan.
Perburuan satwa liar, menurutnya bisa ditekan saat permintaan berkurang. Sejumlah satwa kerap dipesan penghobi reptil, burung kicau di sejumlah pasar satwa. Perburuan dan penyelundupan satwa melanggar Undang Undang No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Tindakan intelejen dilakukan untuk memantau penyelundupan satwa, agar tidak dikirim ke pulau Jawa.
“Setiap hari, pemeriksaan dilakukan pada pintu keluar pelabuhan Bakauheni, diamankan dan dilepasliarkan untuk efek jera pelaku penyelundupan satwa,” bebernya.
Karman, kepala seksi pengawasan dan penindakan (Kasi Wasdak) Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung menyebut, lalu lintas satwa diawasi karena sejumlah media pembawa merupakan hama penyakit hewan karantina (HPHK) dan organisme pengganggu tanaman karantina (OPTK). Satwa liar yang dilalulintaskan harus disertai sertifikat veteriner.
Pelaku pengiriman satwa liar, menurutnya kerap tidak melakukan laporan ke petugas. Perlalulintasan satwa liar yang tidak dilaporkan dominan imbas tidak lengkapnya dokumen. Sebab, selain SATDN, izin pengepul sejumlah dokumen pelengkap tidak disertakan. Mengacu UU No 21 Tahun 2019 Tentang Karantina Ikan,Hewan dan Tumbuhan, perlalulintasan harus dilaporkan.
“Saat ditemukan satwa liar dan tumbuhan tidak disertai dokumen tindakan pengamanan, pemusnahan, pelepasliaran akan dilakukan,” beber Karman.