Legislator Minta Kenaikan Tarif Tol Cipularang dan Padaleunyi, Ditunda

Editor: Makmun Hidayat

Menurutnya melihat aturan pemerintah terkait penyesuaian tarif tol, jelas ada ketidakadilan. Kenaikan tarif tol memukul rakyat kecil yang ada di sektor UMKM. Kondisi ini, tambah Syaikhu, sama saja dengan memperlebar jurang ketidakadilan.

Dalam situasi ekonomi sekarang ini, seharusnya pemerintah memberikan insentif pada UMKM yang sudah sangat terpukul. Bukan menaikkan tarif tol.

Apalagi kondisi ekonomi Indonesia saat ini sedang merosot dan menuju jurang resesi. Berdasarkan data yang dirilis pemerintah, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 mengalami penurunan hingga -5,32%. Dengan adanya kenaikan tarif tol, ini tentu akan meningkatkan biaya logistik.

Akibatnya, UMKM yang menggunakan jalan tol untuk pengiriman barangnya akan terpengaruh dan bukan tidak mungkin, akan mendorong kenaikan harga barang dan ujung-ujungnya menjadi beban baru bagi masyarakat

“Penyesuaian tarif memberi efek domino alias berantai. Tarif tol naik, harga barang naik dan pada akhirnya akan jadi beban baru masyarakat,” kata Syaikhu.

Solusinya, jelasnya pemerintah harus merevisi UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan yang sedang dibahas oleh Komisi V. Dikatakan bahwa F-PKS mengusulkan agar kriteria kenaikan tarif tol harus memperhatikan faktor pertumbuhan ekonomi dan juga daya beli masyarakat.

Atas dasar tersebut dan dengan mempertimbangkan bahwa operator jalan tol merupakan BUMN yang mayoritas dimiliki oleh Pemerintah sendiri, maka F-PKS mengimbau agar pemerintah menunda kenaikan tarif tol sampai pertumbuhan ekonomi kembali naik dan stabil serta daya beli masyarakat pulih kembali.
“Saya tegaskan kembali, harus ditunda sampai ekonomi membaik,” pungkas Syaikhu.