Kisah Penampung Gurita di Ende, Bertahan di Tengah Pandemi Corona
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
ENDE – Wajah-wajah riang nelayan di Kampung Arubara, Kelurahan Tetandara, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) perlahan sirna saat wabah Covid-19 menyebar begitu cepat termasuk ke wilayahnya.
Kegelisahan yang sama pun dirasakan penampung gurita di kampung nelayan ini. Harga jual gurita ke perusahaan penampung di Kecamatan Paga, Kabupaten Sikka, NTT kian terpuruk.
“Saya kasihan dengan nasib nelayan penangkap gurita. Harga anjlok hingga Rp16 ribu per kilogramnya,” kata Fudin Ali, penampung gurita satu-satuya di Kelurahan Tetandara, Kecamatan Ende Selatan, Kabupaten Ende, NTT, Rabu (16/9/2020).
Fudin sejatinya seorang nelayan yang dulunya pun menangkap gurita. Titik balik terjadi waktu mendapat gurita satu ekor saja dan saat itu di pantai sudah ada pembeli yang mau membeli guritanya.
Pembeli tersebut kata dia, ingin membeli gurita berukuran 2 kilogram tersebut dengan harga Rp16 ribu per kilogramnya. Ia menolak, dan bersikeras mau menjual dengan harga Rp25 ribu.
“Pembelinya bilang kalau jual per ekor saya rugi karena hanya dapat uang Rp25 ribu saja tapi saya bersikeras jual per ekor dan dapat uangnya Rp32 ribu,” tuturnya.
Fudin beralasan, tidak mau guritanya ditimbang karena pedagang timbangannya tidak jelas, banyak yang menyetel agar bisa meraup untung dari selisih berat. Pembeli gurita mengikuti ke rumah karena setelah sepakat gurita dibeli, ia harus mengembalikan uang Rp25 ribu dari Rp50 ribu yang diberikan.
Setiba di rumah Fudin, pembeli gurita pun mengajaknya bekerjasama menampung gurita hasil tangkapan nelayan dan dia menyanggupi asalkan menggunakan timbangan yang normal atau tidak diakali.