Pompanisasi Pilihan Alternatif Jaga Pasokan Air Sawah

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Memiliki bibit padi varietas IR64 yang toleran terhadap kemarau ia menanamnya saat usia 25 hari. Pengairan tahap selanjutnya dilakukan hingga benih memasuki 30 hari setelah tanam (HST), pemupukan hingga masa padi berbulir.

Penggunaan air seefesien mungkin terus diterapkan agar tanaman tidak mengalami kekeringan. Ia harus mengeluarkan biaya operasional pembelian bahan bakar solar.

“Penggunaan bahan bakar solar jadi salah satu biaya operasional terbesar namun bisa menjadi biaya modal,” paparnya.

Biaya modal untuk pengairan dengan sistem pompanisasi diakui Hasan disiapkan swadaya. Penggunaan pompa disebutnya menjadi solusi agar tetap bisa menanam padi.

Meski harus mengeluarkan biaya operasional besar Hasan menyebut bisa memaksimalkan potensi sungai Way Pisang. Dibanding wilayah yang jauh dari sungai ia masih beruntung bisa menanam padi kala kemarau.

Robiun, petani di Desa Tanjungheran menyebut penggunaan air di wilayah tersebut lebih fleksibel. Sebab saat musim tanam gadu sebagian petani memilih menggilir komoditas tanaman dari padi ke tanaman hortikultura. Bagi sebagian petani yang memilih tetap menanam padi penggunaan mesin pompa jadi pilihan.

Robiun, petani di Desa Tanjung Heran, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan melakukan pengolahan lahan dengan traktor yang mendapat air irigasi dari sungai Way Pisang, Senin (10/8/2020) – Foto: Henk Widi

“Alat dan mesin pertanian harus dimaksimalkan agar tetap bisa melakukan proses penanaman padi dengan pasokan air terbatas,” terang Robiun.

Penggunaan alsintan jenis traktor menurutnya mempercepat pengolahan lahan. Mesin pompa untuk mengalirkan air menurut Robiun bisa dimanfaatkan secara komunal.

Lihat juga...