Baik-Buruknya Demokrasi, Pelajaran dari Perang Uhud

OLEH HASANUDDIN

Akhirnya, pasukan kaum musyrikin berhasil mereka desak, dan mundur dari medan pertempuran. Nabi dan pasukannya yang masih semangat itu, diperkirakan jumlahnya tinggal 70an orang. Mereka mengejar ribuan pasukan kaum musyrikin yang kocar-kacir karena telah kehilangan semangat, hingga ke Madinah selatan, suatu daerah yang disebut Hamrah Al-Asad.

Kisah perang Uhud ini, memberi kita pelajaran bahwa:

Pertama, prinsip musyawarah dalam menyelesaikan urusan dunia, adalah perintah Allah dan telah dicontohkan oleh Baginda Rasulullah SAW.

Kedua, selalu ada kelompok penghianat, atas konsensus yang telah disepakati, namun itu bukan alasan untuk mundur dari apa yang telah menjadi konsensus bersama.

Ketiga, diperlukan konsistensi, komitmen untuk memegang teguh apa pun konsensus yang telah disepakati bersama dalam musyawarah itu. Penghianatan atas konsensus yang telah disepakati, disebut Al-Quran sebagai kemunafikan.

Keempat, ketaatan kepada pemimpin adalah suatu keharusan, selama pemimpin tersebut telah berjalan sesuai perintah Allah.

Kelima, pertolongan Allah akan datang kepada mereka yang berpegang teguh kepada konsensus yang telah disepakati, dengan menghilangkan rasa takut, membangkitkan semangat juang, spirit dalam diri seseorang.

Demikianlah suatu masyarakat yang demokratis, kehadiran seorang pemimpin yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sangat penting untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem demokrasi. Sistem musyawarah atau demokrasi adalah sistem yang terbaik, karena itulah yang dianjurkan Allah untuk dijalankan. ***

Depok, 3 Juli 2020

Lihat juga...