Korban Bencana Palu Mulai Tinggal di Huntap Balaroa

Blok satu dengan blok lainnya hanya dibatasi talut. Tinggi talut-talut pembatas antarblok itu tidak ada yang kurang dari satu meter. Pembangunan talut ini menelan anggaran ratusan juta, guna menghindari longsoran material.

Di sebelah barat dari hunian ini, pemandangan bebas hambatan sehingga dapat melihat wajah Kota Palu dari ketinggian.

Tidak lebih dari 500 meter dari hunian ini, terhampar kawasan likuefaksi eks Perumnas Balaroa yang menelan banyak korban jiwa dan harta benda, saat gempa mengguncang Kota Palu dan sekitarnya.

“Saya dapat rumah ini melalui cabut lot. Saya juga tidak menyangka kalau dapat rumah di lokasi ini, di sudut,” kata Dewi, sambil melemparkan senyumnya.

Di blok itu, baru Dewi dan dua tetangganya yang menempati rumah hunian tipe 36 itu. Ia merasa nyaman di hunian tetap itu dibanding saat dia bersama anaknya masih tinggal di tenda darurat.

Dewi sebelumnya hanya tinggal bersama balita perempuannya di tenda darurat, hanya sekitar 70 meter dari rumah yang ia tempati sekarang.

Walaupun belum ada penyerahan resmi dari pemerintah kepada para penyintas, Dewi merasa sudah nyaman karena tidak lagi tidur di atas tanah di bawah tenda.

“Kalau malam di sini ramai, karena masih banyak pengungsi yang menempati tenda di sekitar sini, mereka datang berfoto melihat suasana Kota Palu dari ketinggian,” katanya.

Di rumah yang terbuat dari konstruksi risha (rumah instan sederhana sehat) itu, Dewi dan dua tetangganya sudah menikmati listrik, jalan lingkungan yang lebar, dan didukung dengan penerangan jalan.

“Air belum masuk karena baknya sementara dibangun, sementara kami beli air,” katanya.

Lihat juga...