Tradisi ‘Maanta Pabukoan’ di Sumbar Tersandung Corona

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

PADANG – Sebuah tradisi yang sudah lama ada di bumi Minangkabau, Sumatera Barat (Sumbar) pada setiap Ramadan datang, yakni maanta pabukoan (mengantarkan kue buat berbuka puasa) dari menantu ke mertua. Kini, tradisi itu harus pupus di tengah-tengah situasi pandemi Covid-19.

Tradisi maanta pabukoan tersebut, memiliki makna yakni menjalin silaturahmi antara menantu dengan mertua. Hal ini dikarenakan, dalam adat di Minang, bagi anak laki-laki yang sudah menikah, ia harus pergi ke rumah perempuan.

Sehingga tak dapat dipungkiri, ada rasa rindu si mertua agar dikunjungi si menantu pada bulan nan suci ini, karena tradisi maanta pabukoan hanya satu kali dalam satu tahun. Selain bisa bertamu menantu serta anak cucu, si mertua tentu rindu menatap anak laki-lakinya yang dulu ia besarkan.

Ramanis, seorang perempuan paruh baya yang tinggal di Desa Aur Duri Surantih, Kabupaten Pesisir Selatan, menceritakan salah satu hal yang amat membuatnya bahagia datangnya Ramadan, bukan hanya soal bulan penuh berkah, tapi juga menjadi bulan dimana anak laki-lakinya bisa berkumpul di rumahnya.

“Sekarang tidak ada lagi maanta pabukoan itu. Menantu dan anak saya lagi di rantau dan tidak bisa pulang karena virus Corona. Ada sedih dan ada rasa khawatir, karena jika situasi seperti ini berlangsung lama, semakin lama  mereka pulang ke kampung halaman,” ujarnya, Minggu (10/5/2020).

Ia menjelaskan dalam tradisi maanta pabukoan itu, kue yang dibawa oleh menantu tidak hanya untuk si ibu mertua saja. Tapi keluarga perempuan dari si ibu mertua juga diantarkan, karena makna dari tradisi ini adalah mempererat silahturahmi.

Lihat juga...