IDEAS: Pelonggaran PSBB dan Larangan Mudik, Berbahaya

Editor: Makmun Hidayat

Potensi eskalasi penyebaran wabah dari daerah perkotaan ke daerah pedesaan didorong oleh pola mudik jarak dekat (intra provinsi) yang sangat kuat terlihat di Gerbangkertasusila (Surabaya Raya), Malang Raya, dan Mebidangro (Medan Raya).

IDEAS melihat setidaknya ada tiga kelemahan implementasi pelarangan mudik. Pertama, sebut Yusuf, adalah masih dimungkinkannya mudik antar wilayah non PSBB dan non zona merah, termasuk sebagian wilayah di Jawa.

Skenario lebih rumit terjadi ketika pemudik dari daerah PSBB dan zona merah tergoda untuk mudik ke daerah non PSBB dan non zona merah. Dan sebaliknya, pemudik dari daerah non PSBB dan non zona merah berkeras untuk mudik ke daerah PSBB dan zona merah.

Kedua, larangan mudik dikecualikan untuk sarana transportasi darat yang berada dalam satu wilayah aglomerasi. “Ketentuan ini berimplikasi diperbolehkannya mudik intra wilayah aglomerasi. Padahal potensi mudik intra wilayah aglomerasi tidaklah kecil,” papar dia.

Sebagai misal, kata Yusuf, dari sekitar 11 juta potensi pemudik Jabodetabek, simulasi IDEAS menunjukkan bahwa sekitar 2,8 juta diantaranya adalah mudik intra Jabodetabek. Hal ini menurut Yusuf,  berpotensi melemahkan efektivitas PSBB yang kini diterapkan di tiga wilayah aglomerasi, yaitu Jabodetabek, Bandung Raya dan Surabaya Raya.

Ketiga, yakni Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek tetap beroperasi, meski diberlakukan pengaturan PSBB. Sebagai transportasi massal utama di Jabodetabek, operasional KRL adalah signifikan dalam penyebaran Covid-19.

Menurutnya, upaya memutus rantai penyebaran Covid-19 di Jabodetabek tidak akan optimal jika KRL terus beroperasi.

Lihat juga...