ICW Minta Pembahasan RUU PAS Dihentikan
JAKARTA — Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pembahasan Rancangan Undang-undang Pemasyarakatan (RUU PAS) dihentikan karena pasal-pasal di dalamnya dinilai akan membahagiakan para koruptor.
“Melihat ketentuan yang tertuang dalam RUU PAS ini rasanya kejahatan korupsi hanya dipandang sebagai tindak kriminal biasa saja oleh DPR dan juga pemerintah. Di saat negara lain sibuk untuk memikirkan isu kesehatan masyarakat, namun DPR bersama Pemerintah justru mengambil langkah keliru dalam proses legislasi,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (17/5/2020).
Menurut Kurnia ada sejumlah hal yang perlu dikritisi dari substansi pembahasan RUU Pemasyarakatan. Pertama, ketidakjelasan pemaknaan atas konsep pemberian hak kegiatan rekreasional pada tahanan maupun narapidana (Pasal 7 huruf c dan Pasal 9 huruf c).
“Merujuk pada pernyataan Muslim Ayub, anggota Komisi III Fraksi PAN DPR RI, menyebutkan bahwa pengertian dari hak kegiatan rekreasional itu nantinya para tahanan atau pun narapidana berhak berplesiran ke pusat perbelanjaan. Tentu alur logika seperti ini tidak dapat dibenarkan,” tegas Kurnia.
Penyebabnya adalah bagaimana mungkin seseorang yang sedang berada dalam tahanan atau pun pelaku kejahatan yang sudah terbukti bersalah dibenarkan melakukan kunjungan ke tempat-tempat hiburan.
Data yang dihimpun ICW setidaknya mencatat 7 terpidana yang diduga melakukan plesiran saat menjalani masa hukuman di Lapas.
Mereka adalah Luthfi Hasan Ishaq (mantan Presiden PKS, kasus suap impor daging sapi), Anggoro Widjojo (swasta, kasus pengadaan sistem komunikasi radio terpadu di Departemen Kehutanan), Romi Herton (mantan Walikota Palembang, kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), Masyito (swasta, kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), Rachmat Yasin (mantan Walikota Bogor, suap tukar menukar lahan), Nazarudin (mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, kasus suap pembangunan Wisma Atlet Hambalang) dan Setya Novanto (mantan Ketua DPR RI, kasus pengadaan KTP Elektronik).