Ekonom: Cegah Covid-19, Tak Punya Pilihan Kecuali ‘Lockdown’

Editor: Makmun Hidayat

“Saya rasa minggu ini kita sudah 34 provinsi lengkap terkena virus Covid-19, sama dengan AS seluruh negara bagian terkena,” ujarnya.

New York sebagai epicentrum, kini pemerintah AS memperketat orang keluar masuk. “Jakarta jadi epicentrum, tapi Jakarta masih tenang-tenang saja. Inilah yang mungkin membuat kepala daerah jadi gelisah sehingga bertindak ingin lebih cepat untuk lockdwon,” urainya.

Namun kata Faisal, kemudian Menteri Dalam Negeri (Mendagri),  dan juga menteri-menteri lainnya berkunjung ke Balai Kota, mengatakan jangan lakukan lockdwon.

“Tapi kok di tempat lain boleh. Jadi aneh, harusnya Jakarta menurut saya paling urgen untuk lakukan lockdown,” tukasnya.

Lockdown itu artinya, jelas Faisal, mobilitas manusia itu tidak sebebas seperti biasanya. Jadi bukan lockdown total.

“Kalau tidak ya sudah dengan mudah virus ini ke 34 provinsi yang sumbernya dari Jakarta,” tukasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, kalau pemerintah kebijakan melakukan rapid test silahkan saja. “Tapi akan sia-sia kalau tidak dilakukan dengan isolasi yang memungkinkan,” imbuhnya.

Karena keputusan dalam upaya pencegahan virus Covid-19 ini menurutnya, harus berdasarkan sains (keilmuan) dari para ahli virus, ahli penyakit menular, ahli kesehatan masyarakat dan lainnya.

Jadi kata Faisal, bukan hal-hal seperti opini atau keinginan. Karena kita tidak bisa timeline, karena virus corona itulah yang buat timeline untuk kita.

Nah, di sinilah kita lihat satu faktanya, Presiden menginginkan tidak lockdown. Kemarin  Luhut (Menko Maritim) mengatakan kita buka opsi. Kita sedang mengkaji. Ini persoalannya sudah bukan mengkaji-mengkaji lagi, tapi musuh (Covid-19) sudah di depan mata kita,” pungkasnya.

Lihat juga...