JAKARTA — Pemerintah memutuskan untuk tidak melakukan lockdown dalam antisipasi penyebaran virus Covid-19. Dan lebih memilih untuk melakukan rapid test Covid-19, dengan alasan karena kedisplinan dan budaya masyarakat kita berbeda dengan negara lain menetapkan lockdown.
Terkait kebijakan tersebut, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri, mengatakan, memang budaya atau pendekatan setiap negara dalam mengatasi wabah Covid-19 berbeda-beda.
Contohnya kata dia, Hongkong lebih mengutamakan libur sekolah, begitu juga dengan Singapura melakukan langka berbeda. Dan Korea tidak melakukan lockdwon, tapi negara ini mempunyai kapasitas untuk memeriksa mobilitas manusia yang keluar masuk daerah di negara tersebut.
“Jadi keputusan kita memilih apa tergantung pada kondisi kita. Nah, kondisi kita justru kalau dipretelin satu-satu membuat kita tidak punya pilihan kecuali lockdown, utamanya Jakarta ini,” kata Faisal pada konferensi pers INDEF online bertajuk ‘Analisa Ekonomi Politik Kebijakan Penanganan Covid-19’, Jumat (27/3/2020) sore.
Negara Amerika Serikat itu epicentrumnya New York, dan Indonesia adalah Jakarta. “Nah, ini Jakarta penyebarannya kemana-kemana,” tukasnya.
Oleh karena itu menurut Faisal, sebetulnya Indonesia lebih mudah melakukan lockdown terbatas karena kita kepulauan bukan continental.
“Jaga saja Jakarta, dan utamakan kalau sudah menjalar ke kota Jawa. Maka, jaga dulu Jawa supaya tidak merembet ke provinsi lain. Tapi data kemarin sudah 27 provinsi terdampak virus Covid-19. Ini dalam 24 jam, bertambah,” paparnya.
Dia menegaskan, jika pemerintah tidak melakukan proses monitoring yang memadai terhadap mobilitas manusia dari Jakarta ke daerah, atau sebaliknya dari daerah ke Jakarta. Maka ini semakin sulit pencegahan penularan wabah Covid-19.