Sentra Tenun Ikat ‘Jata Kapa’ di Sikka Jadi Pusat Pembelajaran
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Dia katakan, sayang apabila bantuan peralatan yang bernilai miliaran rupiah tidak dipergunakan secara baik sehingga sejak menjabat kepala dinas dirinya mulai mengaktifkan tempat ini.
“Kami memiliki satu kelompok tenun dan satu kelompok untuk mengolahnya menjadi produk ikutannya. Kami berharap budaya tenun ikat tidak boleh pudar sehingga perlu ada proses pembelajaran guna mewarisi tenun ikat yang terdiri atas 17 motif dasar yang dikembangkan menjadi 30 motif,” tuturnya.
Pihaknya juga tambah Yosef, akan mengirimkan 15 orang anak muda untuk mengikuti pelatihan di BLK milik kementerian Tenaga Kerja di Semarang Jawa Tengah guna belajar desainer dan konveksi.

Maria Tereja, ketua kelompok Mawarani di Wairklau kota Maumere, menyebutkan, kelompoknya diberikan kesempatan untuk memproduksi tenun ikat di sentra tenun ikat Jata Kapa milik pemerintah di lokasi Sikka Inovation Center (SIC).
Anggota kelompoknya kata Tereja, berjumlah 10 orang dimana satu orangnya laki-laki dan kelompoknya diminta membuat tenun ikat dengan 5 motif dasar yakni Koja Wulet ada 3 jenis, Dala Mawarani dan Rempe Sikka.
“Kalau menenun di rumah biasanya dilakukan secara sambilan untuk mengisi waktu luang sementara di sentra Jata Kapa kami bekerja sehari 6 jam sejak jam 8 pagi hingga jam 2 sore,” jelasnya.
Awalnya para anggota merasa berat dan capek sebut Tereja, karena bekerja seharian namun mereka berpikir untuk maju memang harus bekerja keras dan capek terlebih dahulu.