Pemerintah Paparkan Substansi ‘Omnibus Law’ Cipta Lapangan Kerja

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian secara resmi memaparkan sejumlah pokok substansi kebijakan yang terhimpun dalam omnibus law cipta lapangan kerja. Total 79 Undang-undang dan 1.244 pasal terdampak pada omnibus law cipta lapangan kerja ini.

Dari semua UU yang terdampak itu, Pemerintah mengerucutkannya ke dalam 11 klaster, antara lain; penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, serta kawasan ekonomi.

Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono memastikan bahwa omnibus law cipta lapangan kerja menghimpun seluruh kepentingan sektor ekonomi, mulai dari pengusaha, pekerja, angkatan kerja maupun pengangguran.

“Kondisi saat ini jumlah pengangguran kita per Agustus 2019 mencapai 7,25 juta jiwa. Kemudian tambahan angkatan kerja baru itu 2 juta orang. Sehingga yang butuh lapangan kerja sekitar 9 juta orang. Lalu angkatan kerja kita yang bekerja jumlahnya 126 juta. Dari angka itu, 74 juta bekerja di sektor informal, ini ada kecenderungan terus membesar. Ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi digital. Semua itu harus dipikirkan, jadi kebijakan kita komprehensif,” terangnya, Jumat (17/1/2020) di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakata.

Pemerintah meyakini, omnibus law cipta lapangan kerja merupakan upaya paling efektif untuk mencapai pertumbuhan ekonomi nasional di angka 6 persen.

“Teorinya (konservatif) begini, setiap 1 persen (pertumbuhan ekonomi) menyerap sekitar 400 ribu pekerja. Kalau kita lihat pertumbuhan ekonomi kita, rata-rata 5 persen, itu artinya penyerapan kita hanya 2 juta per tahun. Lantas yang 9 juta (pengangguran) itu bagaimana? Ini kan harus kita pikirkan sama-sama. Karena 9 juta itu bisa jadi komponen yang sumbangsihnya bagi produk domestik bruto (PDB) cukup tinggi. Kalau kita bicara soal konsumsi dan daya beli masyarakat,” jelas Susiwijono.

Lihat juga...