JAKARTA – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), meminta pemerintah agar memerhatikan daya dukung dan tampung suatu wilayah, sebelum memutuskan kebijakan terkait pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur.
“Artinya, apa saja faktor lingkungan yang akan mendukung dari pembangunan itu. Seterusnya perlu juga dilakukan kajian tentang risiko ekonomi, lingkungan maupun bencana,” kata Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional WALHI, Zenzi Suhadi, pada kegiatan peluncuran laporan ibu kota baru di Jakarta, Selasa (17/12/2019).
Selain itu, WALHI juga meminta pemerintah agar melakukan kajian mendalam terkait pemindahan ibu kota negara, untuk menghindari kerugian di berbagai aspek, di antaranya dampak ekonomi, sosial, budaya, lingkungan dan sebagainya.
Pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur dinilainya juga akan kurang efektif membawa dampak pemerataan ekonomi masyarakat. Justru keputusan tersebut akan mempertinggi ketimpangan.
Apabila pemerintah tetap menjalankan kebijakan itu, maka para pemilik dalam hal ini korporasi yang menguasai sumber daya alam dan ekonomi di Indonesialah yang paling diuntungkan, bukan masyarakat luas, apalagi warga lokal.
Namun, jika pemerintah memiliki upaya pemerataan ekonomi, maka sebaiknya anggaran yang sudah disiapkan dalam jumlah besar itu digunakan untuk pembangunan sumber daya manusia, termasuk pula lingkungan di tempat lain.
Apalagi, saat ini WALHI melihat beban negara cukup besar, terutama yang diakibatkan kehancuran ekologis, misalnya kebakaran hutan dan lahan, banjir dan lain sebagainya.
“Nah, itulah sebaiknya yang harus dilakukan jika ingin melakukan pemerataan ekonomi dan lingkungan,” katanya.
Ia mengatakan, secara umum memindahkan ibu kota negara bukan suatu perkara pemindahan instansi pemerintah atau membangun gedung-gedung. Namun, lebih jauh dari itu merupakan sebuah upaya membangun peradaban. (Ant)