IHW: Sertifikasi Halal Jangan Sampai Jadi Mainan
Editor: Koko Triarko
Persoalan sertifikasi halal sampai stagnasi proses pendaftaraannya, menurutnya karena Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang bersikeras tetap mengambil alih pendaftaran sertifikasi halal.
“Tapi kan nyatanya BPJPH belum siap,” tukasnya.
Sehingga, tambah Iksan, BPJPH harus diberi kesempatan waktu untuk mempersiapkan semuanya. Seperti auditor halal, lembaga auditor halal, laboratorium, sistemnya yang mudah dan tarifnya yang murah.
“Jadi, tidak ada cerita sertifikasi halal tetap dipaksakan ambil alih. Industri harus melaksanakan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH), tapi pelaksana UUnya tidak siap. Negara ini kita bangun, tapi juga harus siap dikritik,” tegasnya.
Ia menegaskan, kritik yang dilontarkan kepada pemerintah terkait penerapan UU JPH adalah kritik yang membangun, memberi sebuah solusi.
“Sertifikasi halal ini, semangat kita sama. Jangan sampai kita kritik, tapi tidak memberi solusi. Tapi pemerintah harus bergerak, kritik dan solusi itu jalan yang harus ditempuh untuk mewujudkan Indonesia menjadi pemain industri halal dunia,” ujarnya.
Ikhsan juga menyambut baik keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 982 Tahun 2019, tentang Layanan Sertifikasi Halal sebagai bentuk diskresi untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
Keputusan itu dibuat sudah tepat, yakni agar UU JPH dapat dijalankan. Meskipun BPJPH dan infrastruktur penunjangnya belum siap.
“UU JPH tetap dapat dijalankan. Yakni dengan memberikan kewenangan kepada Lembaga Pengkajian Pangan Obat dan Makanan (LPPOM) MUI, yang sudah 30 tahun menjalankan fungsi proses sertifikasi halal,” pungkasnya.