Wayan Koster: Sastra Dapat Menjadi Media Penyebar Nilai Luhur Budaya
Redaktur: ME. Bijo Dirajo
DENPASAR — Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan, peradaban Bali adalah peradaban yang bertumpu pada aksara, mantra dan sastra. Aksara dan mantra menjadi titik pusat dari ritus-ritus religius Bali, sedangkan sastra merupakan mata air yang tidak pernah kering bagi penciptaan berbagai bentuk kesenian Bali.
Menurutnya, peran penting kesusastraan tidak hanya terletak pada kemampuannya untuk menjadi media untuk mengekspresikan keindahan, tetapi juga pada kemampuannya untuk menjadi media untuk merekam, menyimpan, serta menyebarluaskan nilai-nilai luhur, ajaran-ajaran moral, serta kearifan lokal yang menjadi tuntunan penting dalam perjalanan manusia Bali untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Gubernur mengatakan, kata “Nyastra” di Bali tidaklah semata-mata dimaknai sebagai kegiatan kreatif untuk menciptakan karya sastra, namun juga upaya terus-menerus untuk menggunakan kesusastraan sebagai alat untuk melatih dan menempa diri agar menjadi manusia utama, manusia yang cerah lahir batin, manusia yang telah menyadari jati dirinya yang sejati.
“Nyastra adalah juga perjalanan tiada henti untuk merealisasikan nilai-nilai luhur, ajaran-ajaran moral, serta kearifan lokal yang terkandung dalam karya-karya sastra ke dalam tindakan-tindakan nyata pada kehidupan sehari-hari,” ujarnya saat membuka Seminar Internasional Sastra Indonesia di Bali 2019 di Gedung Ksirarnawa, Denpasar, Jumat (11/10/2019).
Koster menambahkan, meminjam istilah salah satu Kawi-Wiku (pendeta sastrawan) terbesar dalam sejarah Bali, Ida Pedanda Made Sidemen, dalam karyanya, Geguritan Salampah Laku, bertani di dalam diri sendiri adalah metafora yang indah tentang “Nyastra”.