“Titip Rindu Buat MPR”

Oleh: Brigjen TNI (Purn) Drs. Aziz Ahmadi, M.Sc.

Terus terang, saya merasa tidak terang terus. Pesimis. Nyaris apatis. Kadang trenyuh, lalu menangis.

Sesekali ada jeda. Untuk sekadar menghibur diri. Berimajinasi layaknya saudagar. Bisa saudagar semangka/melon. Glundhang-glundhung. Atau, saudagar dakocan alias boneka. Plonga-plongo, plerak-plerok, cengar-cengir. Bisa juga, laiknya saudagar bambu/pring. Pringas-pringis …

Sedang Sakit,

Akhir September ini, berbagai peristiwa menyeruak. Seolah sebuah pembuktian. Negara/bangsa, sedang sakit. Tidak sedang baik-baik saja. Ibu Pertiwi, tak lagi bernyiur dan melambai. Ia lara dan berduka.

Perjalanan bangsa dan negara, seolah tak lagi jelas pola dan arahnya. Dat nyeng.  Tergantung selera. Seakan tidak ada visi, strategi, dan program yang jelas. Ini terasa, antara lain pada ketidakcerdasan dalam menghadapi masalah. Ketidakbesucan dalam menentukan solusi.

Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang mendunia, justru setelah ‘dibanggakan’ berhasil diminimalisasi. Gempa bumi di Maluku, yang makin memperberat tugas mitigasi korban, karena hal yang sama (terjadi sebelumnya  di daerah lain), belum berhasil ditangani sepenuhnya.

Bagai hujan kiriman di musim kemarau. Tiba-tiba muncul begitu masifnya, unjuk rasa dari berbagai komponen bangsa. Mahasiswa, pelajar, buruh, warga sipil, masyarakat, purnawirawan, dan lain-lain. Berikut ramesan, nano-nano dan rujak uni, tuntutannya.

Belum lagi masalah integrasi bangsa. Cerita tentang Bumi Cenderawasih, Papua. Baik rentetan kisah pilu sebelumnya (yang dimulai dari Malang dan Surabaya). Maupun yang lebih memilukan lagi, kasus Wamena, beberapa hari lalu.

Disebut amat memilukan, karena diwarnai pembunuhan massal, bumi hangus bangunan dan properti, kesewenang-wenangan, serta pengusiran warga nonPapua/pendatang.

Lihat juga...