AMBON – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mengklarifikasi berbagai biota laut yang ditemukan mati mendadak di pesisir pantai Desa Lolonluan, Kecamatan Tanimbar Utara, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), tidak terkait dengan aktivitas gempa.
“Tidak ada kaitan antara biota laut yang ditemukan mati dan terdampak di darat dengan aktivitas kegempaan yang terjadi di dasar laut,” kata ahli tsunami BNPB, Abdul Muhari, dalam siaran pers, Selasa (15/10/2019).
Ia membantah informasi yang berkembang, bahwa fenomena biota laut mati dan terdampar di pesisir pantai merupakan tanda-tanda akan terjadi gempa besar di wilayah itu.
Menurut dia, hingga saat ini belum ada penelitian yang menyimpulkan keterkaitan antara biota laut permukaan dengan aktivitas kegempaan dari laut yang biasanya bersumber pada lempeng dengan kedalaman lebih dari 1.000 meter.
“Biota-biota yang selama ini seringkali mati dalam jumlah besar, kemudian terdampar di pantai adalah biota permukaan atau biota laut dangkal-karang, bukan biota laut dalam,” ujar Muhari.
Fenomena terdamparnya biota laut dangkal, katanya, sering kali disebabkan oleh fenomena upwelling atau arus naik ke permukaan.
Biasanya, fenomena itu membawa planton atau zat hara yang menjadi makanan biota laut dangkal. Fenomena itu, bukan merupakan efek aktivitas lempeng atau sesar. Peristiwa yang terjadi juga tidak merujuk pada tanda-tanda akan muncul gempa besar.
“Jadi rumor bahwa akan terjadi gempa besar menyusul matinya biota laut di Desa Lolonluan, adalah informasi bohong dan tidak bisa dipertanggungjawabkan sumbernya,” katanya.
Sementara itu, BMKG mencatat hingga Senin (14/10) terjadi 1.516 gempa susulan usai peristiwa gempa mengguncang tiga wilayah di provinsi Maluku bermagnitudo 6.8, yang kemudian dimutakhirkan menjadi 6,5 SR, Kamis (26/9).