Wantim MUI Minta RKUHP Ditunda

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

JAKARTA – Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) menyarankan agar DPR menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sebelum berakhirnya masa jabatan anggota legislatif periode 2014-2019.

“Kami meminta RKUHP ditunda dulu, karena ada beberapa pasal yang berpotensi jadi kontroversial,” kata Wakil Ketua Wantim MUI, Didin Hafidhuddin, pada rapat pleno ke 43 bertajuk ‘Respon Umat Islam Terhadap RUU KUHP’ di kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu (18/9/2019) sore.

Menurutnya, ada beberapa pasal yang rawan ditafsirkan, sehingga sebaiknya ditunda dulu untuk kemudian diperbaiki.

Contohnya, sebut dia, dalam pasal 480 ayat 1 dan 3 dengan masalah yang berkaitan soal kekerasan dan bukan kekerasan. Pasal itu menurut Didin, dapat menjadi multi tafsir karena tidak menjelaskan secara spesifik.

“Apakah berlaku pasal itu pada suami istri yang sah. Juga kata-kata sukarela, apakah berlaku kepada laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri. Ini menurut saya, bukan hanya multi tafsir tapi mendorong pada perbuatan perzinaan,” tukas Didin.

Kemudian pasal 417 ayat 1 dan 4, membuka ruang dibiarkannya perzinaan tanpa laporan. Karena jika tidak dilakukan di tempat umum, tapi di tempat tertutup tidak dianggap perzinaan.

“Jadi, baru bisa dibilang perzinaan, jika ada pihak yang melaporkan. Jadi, ini persis copy paste dari UU LGBT di Kanada. Ini sangat membahayakan,” ujarnya.

Menurut informasi, kata Didin, bahwa memang tidak bisa ditunda dan DPR RI tetap akan mengesahkan RKUHP menjadi undang-undang pada tanggal 23-24 September 2019 mendatang.

Wantim MUI berharap agar sejumlah pasal-pasal yang bermasalah tersebut harus segera diperbaiki. Pihaknya juga telah menyampaikan secara tertulis kepada komisi III DPR RI, terkait pasal-pasal yang rawan dalam RKUPH.

Lihat juga...