Prof Romli: Revisi UU KPK Kembalikan Tujuan KPK
“Baru penyidikan, kemudian tuntutan ke pengadilan itu, jangan kebalik,” ujar Romli.
Kemudian, dari aspek sosiologis, Romli menyebut, saat ini tidak seluruh suara masyarakat memberikan dukungan kepada KPK. Pasalnya, hal itu dapat dilihat dari respons masyarakat yang pro dan kontra terkait pembahasan revisi UU KPK.
“Pertimbangan sosiologis kita lihat dulu, waktu KPK dibentuk, dukungan masyarakat luar biasa. Sekarang lihat revisi, ada pro kontra,” katanya pula.
Sedangkan dari aspek yuridis, Romli menuturkan bahwa dapat dilihat dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal uji materi UU KPK. Dalam putusan itu disebutkan bahww KPK adalah lembaga independen cabang kekuasaan eksekutif yang menangani permasalahan korupsi.
“Kalau itu putusan MK, maka dampaknya UU KPK direvisi karena UU KPK tak sebut lembaga independen jalan tugasnya penyelidikan, penyidikan dan tuntutan. Dengan putusan MK itu UU KPK diperbaiki secara struktural dan organisatoris,” ujar Romli.
Romli menyebut, cita-cita dibentuknya Wadah Pegawai KPK juga melenceng dari aturan yang ada, mengingat wadah itu seharusnya dibentuk untuk fokus ke masalah internal bukan eksternal di luar KPK. “Wadah Pegawai KPK bukan untuk demo. Nah ini eksternal diurus,” katanya pula.
Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang diajukan Badan Legislasi (Baleg) DPR telah disetujui menjadi RUU inisiatif DPR pada sidang paripurna pada 5 September 2019.
Baleg akan mempercepat pembahasan revisi itu, sehingga bisa selesai sebelum masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 habis.
Beberapa poin revisi UU KPK menyangkut beberapa hal, antara lain mengenai kedudukan KPK disepakati berada pada tingkat eksekutif atau pemerintahan, status para pegawai KPK, pembentukan dewan pengawas, kewenangan penyadapan KPK dilakukan setelah mendapat izin dari dewas, dan KPK harus menghentikan penyidikan dan penuntutan kasus korupsi yang tidak selesai dalam satu tahun atau dengan menerbitkan SP3. (Ant)