Petani Lamsel Tanam Cadangan Pakan Ternak
Editor: Koko Triarko
Penanaman jagung manis sebagai cadangan pakan, imbuh Muhidin, diterapkan oleh semua peternak di wilayah tersebut. Sebab, sejumlah peternak mendapat penyuluhan dari Dinas Peternakan agar bisa menyediakan sumber pakan alami terintegrasi, dengan lahan pertanian. Penanaman terjadwal selain bisa dipanen berlainan waktu, menjaga pasokan pakan ternak saat kemarau.
Selain menanam jagung manis yang dipanen setengah bulan sekali pada dua bidang lahan, Muhidin juga menanam rumput gajahan. Jenis rumput dengan daun menyerupai tanaman jagung tersebut sekaligus menjadi pagar alami bagi kebun miliknya. Rumput gajahan pada tanggul kebun juga difungsikan sebagai penahan longsor saat musim penghujan.
“Rumput gajahan tetap bisa subur, karena dipupuk memakai kotoran ternak sapi yang sudah menjadi kompos,” ungkap Muhidin.
Selain digunakan untuk kebutuhan pakan ternak miliknya, tebon jagung usai panen juga dibeli peternak lain. Satu ikat tebon jagung yang masih menghijau dibeli seharga Rp50.000. Pembeli tebon umumnya merupakan peternak sapi yang membutuhkan tambahan pakan hijauan.
Suroto, penanam jagung manis lainnya yang tidak memiliki ternak, mengaku tebon kerap dibeli dengan sistem timbangan. Sesuai pemanenan jagung manis pada usia dua bulan, pemilik usaha penggemukan sapi (feedloter) membeli tebon miliknya usai dipanen. Satu ton tebon jagung manis bisa dibeli dengan harga Rp350.000. Sulitnya mencari pakan membuat tebon jagung manis jadi alternatif pakan.
“Selain mendapatkan hasil dari penanaman jagung, saya juga bisa menjual tebon rata-rata dua ton usai panen,” ungkap Suroto.
Pentingnya kebutuhan pakan saat kemarau membuat limbah hasil pertanian juga menjadi bahan pakan ternak. Jerami padi yang sebelumnya habis dibakar saat kemarau, selalu habis diburu pemilik ternak kerbau dan sapi. Jumino,salah satu pemilik empat ekor kerbau mengaku setiap hari mencari lima ikat jerami.