Ratusan Penari Lestarikan Tari Cokek di Museum Fatahillah

JAKARTA — Sebanyak 200 penari dari berbagai komunitas dan kalangan melestarikan tari cokek di pelataran Museum Fatahillah yang merupakan akulturasi budaya Betawi, Cina dan Sunda yang nyaris hilang.

“Kita menggagas acara ini untuk mengembalikan lagi arti tari cokek yang sebenarnya,” kata Ketua Indonesia ID Eva Simanjuntak, di Jakarta, Minggu (18/8/2019).

Ia menjelaskan tari cokek saat ini mulai distorsi karena adanya anggapan tari tersebut erotis dan lainnya padahal tidak demikian.

Sejatinya tari cokek digunakan untuk menyambut tamu di wihara namun keberadaan akulturasi tiga budaya itu mulai hilang karena adanya anggapan miring dari pihak tidak bertanggung jawab.

Padahal, kata dia, seluruh gerakan tari cokek penuh dengan makna dan memiliki arti filosofi tersendiri. Sebagai contoh gerakan souja itu semuanya harus dari hati, gerakan tangan ke atas menandakan semuanya harus seizin Tuhan.

“Kemudian ada juga gerakan yang sejatinya mengajarkan kita untuk selalu berpikir jernih dan positif,” ujarnya.

Tari cokek memiliki makna sebagai upaya untuk menjaga kebersihan hati masyarakat. “Bahwa dalam kehidupan ini kita harus bisa menjaga kebersihan hati,” kata Eva Simanjuntak.

Ia menjelaskan gerakan tari dengan tangan ke atas merupakan cerminan masyarakat hanya bisa memohon kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

Kemudian, lanjut dia, gerakan tangan yang menunjuk mata menjadi simbol bahwa sepatutnya manusia menjaga penglihatan dari hal yang tidak baik.

Gerakan tangan menunjuk kening, memiliki filosofi kita harus selalu berpikiran baik. Salah satu gerakan ciri utama tarian ini adalah maju mundur, memutar, berjinjit menggelengkan kepala serta memainkan kelentikan kedua tangan hingga berputar putar seirama dengan alunan musik gambang kromong.

Lihat juga...