”Situasi dan kondisi geologi dan tektonik di Jepang hampir serupa dengan situasi dan kondisi di wilayah Indonesia,” kata Daryono.
Daryono pun menuturkan, beberapa pantai di Indonesia juga berada pada posisi dengan sumber-sumber gempa bermagnitudo besar, yang akurasi perhitungannya baru bisa dicapai pada menit-menit yang akan selalu terlambat dengan kedatangan tsunami.
Sementara itu, Kepala BMKG, Prof. Dwikorita Karnawati, menambahkan, bahwa prinsip yang mengutamakan kecepatan informasi inilah yang menjadi pegangan BMKG. Yaitu, sesuai dengan amanah Undang-undang No.31 Tahun 2009 pasal 37, sebagaimana halnya yang diterapkan di negara termaju dalam mitigasi dan peringatan dini tsunami.
Selain itu, dengan mempertimbangkan kondisi geologi dan tektonik di berbagai pantai di Indonesia yang rawan tsunami cepat. Kecepatan inilah, yang membuat masyarakat memiliki waktu berharga (golden time) secara lebih dini, untuk melakukan evakuasi mandiri.
“Untuk akurasi sebagaimana halnya dengan yang dilakukan di Jepang, dapat dicapai dengan proses updating (pemutakhiran) sesuai dengan perkembangan jumlah sinyal-sinyal kegempaan yang terekam oleh jaringan sensor gempabumi,” ujar Dwikorita. (Ant)