Pedagang di Pasar Teteg Kulon Wates Keluhkan Sepi Pembeli
Editor: Koko Triarko
Menempati salah satu Kios, Ayem mengaku memilih membeli kios baru berukuran sekitar 3 x 5 meter persegi, yang kini ditempatinya dengan harga Rp50 juta. Sebenarnya, ia bisa menyewanya dengan harga Rp4,5 juta setiap tahunnya. Namun, ia mengaku memilih membelinya, meski dirasa harganya cukup mahal.
“Kalau untuk selain pedagang lama, disedikan kios dengan ukuran dua kali lipat kios saya ini. Namun, harganya juga sangat tinggi. Sampai Rp180 juta per kios,” ungkapnya.
Seperti halnya pedagang lainnya, Ayem pun merasakan hal yang sama. Sejak menempati lokasi baru, ia mengaku mengalami penurunan omset hingga 50 persen. Kurang strategisnya lokasi pasar serta belum terbiasanya konsumen atau pembeli dinilai menjadi penyebabnya.
“Memang kalau di sini lokasi lebih luas, lebih bersih dan tertata. Tapi, di sana (lolasi pasar lama) lebih strategis. Karena tepat di simpangan. Selain itu, pembeli juga bisa langsung masuk ke pasar tanpa parkir. Kalau di sini harus parkir dulu,” ungkapnya.
Tak seperti pasar tradisional lainnya, pasar Teteg Wates merupakan pasar tradisional yang tidak dikelola oleh pemerintah. Pasar ini sejak awal dikelola oleh pihak kedua (swasta/perorangan) baik itu tanah maupun bangunannya. Sehingga, penentuan harga jual/sewa kios maupun lapak juga ditentukan oleh pihak pengelola.