HAN, Kapankah Pelibatan Anak di Politik Berakhir?

Editor: Mahadeva

Ena Nurjanah, Ketua Gerakan Perlindungan Anak Asa Negeri (GENERASI) saat wawancara ringan dengan Cendana News, Selasa (23/7/2019) - Foto M Fahrizal

Menurut Ena, anak-anak sesungguhnya berada dalam tahap pemikiran yang sangat kaku, sempit, dan tidak luwes. Pandangan moral mereka masih sangat lemah. Anak-anak belum memiliki kemampuan untuk memahami konsekuensi terhadap apa yang mereka lakukan.

Anak adalah figur yang masih terus tumbuh dan berkembang. Cara berpikir mereka masih terus berproses untuk menjadi matang. Maka, wajar jika seorang anak mudah kagum dengan tokoh yang mereka lihat dan diangga mempunyai kekuatan atau popularitas. “Kerentanan cara berpikir anak, juga membuat seorang anak dengan mudah tunduk kepada pihak yang lebih berkuasa, punya otoritas, baik itu orangtua, guru, maupun orang dewasa lainnya yang memiliki relasi kuasa atas dirinya,” jelasnya.

Ena melihat, di Hari Anak Nasional (HAN), justru kasus kekerasan terhadap anak semakin bertambah dan tidak berhenti. Intensitas serta kualitasnya juga meningkat. “Pemerintah dalam membahagiakan anak, jangan hanya formalitas membuat kegiatan, gebyar, yang hanya dinikmati oleh segelintir anak Indonesia. Dan sangat miris jika melihat fakta dilapangan, kekerasan, ketidakadilan terhadap anak masih terlihat dimana-mana,” tandasnya.

Sudah saatnya pemerintah melindungi anak-anak, Undang-Undang tentang perlindungan anak diharapkan berjalan dengan baik. Dan keseriusan pemerintah akan pemenuhan hak-hak anak lebih ditingkatkan, lebih diperhatikan. Sehingga tidak ada lagi kasus-kasus yang melibatkan anak-anak.

Lihat juga...