HAN, Kapankah Pelibatan Anak di Politik Berakhir?
Editor: Mahadeva
JAKARTA – Peristiwa kerusuhan 22 Mei 2019 di depan gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan demonstrasi massa di 26 Juni 2019 menjelang putusan MK, membuktikan masih adanya anak-anak yang dilibatkan dalam aktivitas politik.
Ena Nurjanah, Ketua Gerakan Perlindungan Anak Asa Negeri (GENERASI), mengatakan, anak-anak tersebut datang dari luar Jakarta. Mereka memiliki semangat pembelaan yang tinggi terhadap tokoh atau kelompok tertentu.
Namun, ada juga yang tidak paham maksud kedatangan mereka. Mereka datang hanya berdasarkan ajakan atau suruhan orang dewasa. “Semua yang dilakukan oleh anak-anak sudah bisa dipastikan merupakan hasil tindakan orang dewasa. Dunia politik sama sekali bukan ranah yang anak-anak pahami. Anak-anak tidak pernah punya kepentingan dalam kegiatan yang mereka lakukan. Tetapi orang dewasalah yang memiliki agenda dan kepentingan dengan menggiring anak-anak dalam kancah politik praktis,” tutur Ena, dalam wawancara santai dengan Cendana News, Selasa (23/7/2019).
Ena menyebut, Undang-Undang Perlindungan Anak (UU PA) No.35/2014, sebenarnya sudah secara gamblang menyatakan larangan pelibatan anak dalam kegiatan politik. Produk hukum tersebut, memuat poin tentang sanksi hukum yang diberikan terhadap para pelanggar pasal tersebut.
Pasal 87 undang-undang tersebut menyatakan, setiap orang yang melanggar ketentuan pelarangan pelibatan anak dalam politik, dapat dipidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda paling banyak Rp100.000.000. “Dengan melihat kasus yang masih hangat terjadi, pelibatan anak dalam dunia politik nampaknya belum ada kata berhenti. Anak-anak masih terus saja menjadi komoditas politik. Kerentanan pemahamanan anak telah dijadikan sarana bagi mereka yang punya ambisi untuk memasukkan pemahaman orang dewasa dalam benak anak-anak yang polos,” tandasnya.