Santunan dan Jadup Diterima, Korban Tsunami Kembali Semangat Bekerja
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Tinggal di huntara ia menyebut mendapat fasilitas listrik memadai dan fasilitas air bersih yang memadai. Meski demikian ia masih tetap berusaha untuk bisa memiliki perahu yang bisa dipergunakan untuk mencari nafkah.
Sebab jadup yang diberikan oleh Kemensos hanya sebesar Rp10.000 per jiwa untuk jangka waktu 60 hari atau dua bulan. Selebihnya ia harus mencari tambahan sumber penghasilan dengan mencari ikan.
Sementara itu Rudi Saputra warga Way Muli Timur, korban tsunami masih menjalani perawatan. Selain mendapatkan jadup, bersama sang istri harus kehilangan dua anaknya yang masih berusia 8 dan 3,5 tahun.
Santunan kematian sebesar Rp30 juta untuk dua anaknya, serta jadup sebesar Rp1,2 juta masih tersimpan di rekening. Ia mengaku masih fokus untuk proses penyembuhan kakinya.
“Saya belum bisa bekerja mencari nafkah namun sang istri bisa membantu dan mendukung saya, setelah sembuh saya tetap ingin bekerja,” ujar Rudi Saputra.
Rudi Saputra menyebut sengaja tidak tinggal di huntara karena memilih tinggal di Kalianda. Ia tinggal mengontrak di dekat Rumah Sakit Dr. Bob Bazaar Kalianda untuk memudahkan proses perawatan.
Meski telah mendapatkan jadup dan santunan, ia mengaku masih gamang untuk menjalani hari harinya. Berharap segera sembuh, ia pun enggan untuk kembali ke rumahnya yang sudah hancur akibat tsunami.
Tujuh bulan usai tsunami menerjang, sejumlah nelayan budidaya di pesisir timur Lampung kembali beraktivitas. Sebagian nelayan yang sudah kembali melakukan budidaya rumput laut bahkan tidak lagi mengalami kerusakan akibat kondisi gelombang dan cuaca perairan di Selat Sunda.
Hasan, pemilik budidaya rumput laut mengungkapkan, berbeda dengan korban tsunami lainnya ia harus berusaha swadaya untuk kembali bangkit.