Teknik Bioremediasi Tingkatkan Potensi Pertanian
Editor: Mahadeva
JAKARTA – Teknologi bioremediasi di lahan pertanian, diyakini mampu mengurangi pengaruh pestisida di tanah maupun tanaman.
Selain mengurangi risiko kerusakan lahan, juga akan mengurangi potensi masuknya pestisida di tanaman yang akan dikonsumsi manusia. Pestisida dalam beberapa dekade belakang, membantu petani mengatasi hama maupun penyakit.
Tetapi tanpa disadari, hal itu menjadikan struktur tanah berubah. Dalam jangka panjang, keberadaan pestisida malah membuat resistensi dari hama atau penyakit tersebut. Salah satu yang sering diungkap oleh para petani adalah erosi top soil dan gadoderma pada tanaman jeruk dan sawit.
Peneliti Ahli Muda Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Nana Mulyana, menyebut, kerusakan lahan biasanya diawali oleh degradasi hayati atau mikkroorganisme. “Kerusakan lingkungan itu diawali oleh kerusakan siklus biokimia, yang menyebabkan rusaknya vegetasi dan akhirnya menyebabkan degradasi fisika. Inilah yang terjadi dan menyebabkan erosi pada top soil. Jika top soil rusak, artinya sudah tidak bisa ditanami lagi. Kalaupun bisa, hasilnya tidak maksimal,” kata Nana, Jumat (31/5/2019).

Pada jangka panjang, resistensi akan terjadi dan peningkatan jumlah pestisida harus dilakukan. Dampaknya, lingkungan akan semakin rusak. “Salah satu contoh yang pernah dilakukan Batan adalah, memperbaiki lahan di Bangka Belitung. Pembenahan lahan dilakukan karena phytopatogen menyebabkan lahan tidak bisa digunakan untuk menanam lada,” ucapnya.
Penggunaan bioremediasi, potensi kerusakan lahan dan potensi masuknya kandungan pestisida ke tubuh manusia akan terkurangi. Dalam jangka panjang, lahan yang diberi tindakan bioremediasi akan mampu pulih dan kembali subur.