Mengenal Teknik Pembenahan Lingkungan Bioremediasi
Editor: Mahadeva
JAKARTA – Di tengah-tengah ramainya berita pencemaran tanah maupun air, istilah bioremediasi muncul. Bioremediasi dianggap sebagai cara paling efektif, mengatasi persoalan pencemaran.
Staf Peneliti Ahli Muda Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Nana Mulyana, menjelaskan, bioremediasi berasal dari kata bio dan remediate. Bioremediasi berarti hayati dan pembenahan. Sehingga secara kata, bioremediasi bisa diartikan pembenahan menggunakan produk hayati.
“Kalau secara umum, bioremediasi adalah suatu tindakan menggunakan mikroba, untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan atau menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dari tanah, lumpur, air tanah maupun air permukaan. Sehingga lingkungan tersebut kembali bersih dan alamiah,” kata Nana saat ditemui di kantor Batan, Jumat (17/5/2019).
Nana menyebut, mikroba yang dilepaskan di lahan yang tercemar atau lahan yang ingin diperbaiki, akan memakan bahan kimia atau bahan yang ingin dihilangkan. Sebagai contoh, penggunaan Aspergillus niger untuk kasus Fukushima. Atau penggunaan Azotobacter pinolandia, yang digunakan untuk mengikat logam berat plumbum.
Faktor utama agar mikroba dapat membersihkan bahan kimia berbahaya dari lingkungan, mikroba harus sesuai dan kondisi lingkungannya juga harus seperti tempat tumbuh mikroba. “Artinya, kita akan mencari mikroba itu dari tempat yang terkena masalah. Misalnya, daerah yang terpapar minyak mentah. Nanti kita akan cari satu titik yang ada kehidupan. Lalu kita akan isolasi mikroba yang ada itu,” urai Nana.
Mikroba yang sudah diisolasi kemudian diperbanyak. Setelahnya, baru dilepaskan kembali ke daerah yang mengalami pencemaran. “Umumnya, daerah mengalami pencemaran, karena mikroba yang ada tidak sanggup melakukan bioproses secara alami. Sehingga membutuhkan bantuan kita,” lanjut Nana.