INDEF Sebut Ada Kemungkinan Perangkap Utang di ‘BRI’ Cina

Editor: Koko Triarko

JAKARTA – Peneliti Associate Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), M. Zulfikar Rahmat, mengatakan, Indonesia memiliki posisi strategis bagi Cina dalam pengembangan Belt and Road Inititave (BRI).

“Secara ekonomi, kepemimpinan Joko Widodo yang berniat untuk membangun infrastruktur secara masif, tentu saja menjadi peluang bagi Cina,” ujar Zulfikar, pada diskusi bertajuk ‘BRI dan Gejolak Ekonomi Global Efek Terhadap Indonesia’ di Jakarta, Sabtu (11/5/2019) sore.

Menurutnya, karena langkah politik Cina untuk  mewujudkan BRI di Indonesia, maka Indonesia harus belajar dari negara-negara lain. BRI telah terlaksana, dan Cina melakukan beberapa cara untuk mendapatkan simpati dari negara-negara tersebut.

“Di Indonesia, saya juga sudah melihat beberapa tanda-tanda akan adanya strategi yang sama,” tukasnya.

Yakni, penggunaan prinsip B2B (Business to Business). Para expert tentang Cina juga sudah mengatakan, bahwa B2B adalah slogan yang digunakan oleh Cina untuk BRI. Sehingga negara-negara yang terkena dampak, merasa bahwa mereka hanya berhadapan dengan aktor-aktor kecil dari Cina.

Padahal, menurutnya, kalau melihat struktur ekonomi Cina, perusahaan-perusahaan Cina adalah SOEs, yang mana pemerintah masih berperan. Jika memang perusahaan privat bermain di sini, mereka juga biasanya dipimpin oleh orang-orang yang masih punya keterkaitan dengan Partai Komunis Cina.

“Jadi saya pribadi tidak begitu terbuai dengan pendapat Cina, bahwa perjanjian Indonesia dengan Cina dalam konteks BRI adalah B2B. Masih ada kemungkinan adanya perangkap utang (debt trap), meskipun perjanjian dilakukan secara B2B,” tegasnya.

Lihat juga...