Menimbang Solusi Meninggalnya Petugas KPPS

Ilustrasi -Dok: CDN

Namun, dengan melihat rasio kematian dengan jumlah keseluruhan petugas KPPS yang selamat menjalankan tugas, persoalan kematian tak harus menjadi alasan untuk merombak sistem pemilu, yang secara substansial lebih bagus dari sistem sebelumnya.

Mungkin yang paling rasional adalah revisi teknis prosedural, bukan merombak sistem pemilu untuk kembali ke sistem sebelumnya.

Selama ini belum terantisipasi, bahwa petugas KPPS harus warga yang sehat, tak memiliki riwayat penyakit jantung atau penyakit yang berakibat fatal oleh faktor kelelahan.

Dengan memiliki surat keterangan dokter, bahwa seseorang dinyatakan sehat, sedikitnya fenomena tragis berupa kematian petugas KPPS akibat kelelahan dapat diminimalisasi.

Untuk mengembalikan sistem penyelenggaraan Pemilu 2014, yang memisahkan waktu berlangsungnya pileg dan pilpres untuk pemilu mendatang, agaknya perlu dikaji lebih jauh.

Masalahnya, sistem pembedaan penyelenggaraan pemilu yang mendahulukan pileg sebelum pilpres oleh para pakar politik dinilai memiliki kelemahan esensial-substansial.

Salah satu kelemahan substansial adalah terjadinya tawar-menawar politik jangka pendek, yang didasarkan semata-mata atas kepentingan kekuasaan elite parpol dengan capres/cawapres yang mereka dukung.

Di luar itu, faktor utama yang membuat Mahkamah Konstitusi berpihak pada pemilu serentak adalah penghematan anggaran.

Kasus kematian fenomenal petugas KPPS ini boleh jadi akan dimainkan oleh elite politik, untuk menghitung keuntungan dan kerugian politik bagi kepentingan kelompok.

Bagi elite yang merasa parpolnya menangguk suara lebih banyak saat Pemilu 2014, kecenderungan untuk memilih sistem pemisahaan waktu pileg dan pilpres lebih kuat. (Ant)

Lihat juga...