DLH Kaji, Misteri Perubahan Kualitas Air Danau Diatas
Editor: Mahadeva
Dari pengujian menunjukan beberapa parameter diatas ambang batas. Tetapi parameter yg sangat menonjol pada saat kejadian adalah Sulfida (H2S) yaitu 0,1375 mg/l dibandingkan 0,002 mg/l atau 6675 persen. Hasil ini turun dratis setelah dua hari kemudian, ketika sampel air diambil oleh DLH menjadi 0,06 mg/l atau 2.900 persen.
Parameter lain yang juga diatas ambang batas adalah COD, BOD dan Coliform, tetapi angkanya tidak signifikan dibandingkan Sulfida. Bila dibandingkan data series sejak 2014, parameter sulfida sebelumnya di bawah ambang batas, tapi sejak 2017 sulfida mulai diatas ambang batas yaitu 0,03 dan 0,02 mg/l.
Dilihat dari pemanfaatan lahan di sekitar danau, yang kebanyakan hortikultura, Prof Hafrijal Syandri menyebut, penggunaan pupuk kandang serta pupuk buatan, maka keberadaan senyawa Sulfida bukan berasal dari pertanian tersebut. Sementara bila dilihat fenomena perubahan kualitas air danau yang berubah secara cepat dalam dua hari, maka hal tersebut dapat diindikasikan dua hal.
Pertama, terjadi pergerakan bumi akibat dampak dari pusat gempa (Solok Selatan) yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Kedua, cuaca atau curah hujan yang menyebabkan up willing (arus bawah). “Untuk itu perlu didukung data tambahan, yaitu frekwensi gempa dan curah hujan yang terjadi pada kisaran Februari sampai Maret 2019. Karena bila dilihat pembentukan danau, maka Danau Diatas dibentuk oleh 2 peristiwa yaitu Tektonik dan Vulkanik,” ungkapnya.
Siti menyebut, saat ini LIPI juga sedang melakukan kajian, terkait warna kemerahan air danau. Namun sejauh, hal yang diduga menjadi penyebab warna kemerahan diduga diakibatkan unsur besi ataupun Alga yang mati. Alga mati karena tidak resisten dengan meningkatnya unsur sulfida atau unsur pencemar lain. Sehubungan dengan unsur besi, sudah dapat dipastikan masih di bawah ambang batas, sesuai Peraturan Gubernur No.24/2010, tentang Baku Mutu Air Danau dan Telaga Provinsi Sumatera Barat.