Perempuan di Sulteng Bahas Hak Pascabencana

Ilustrasi -Dok: CDN

PALU – Perempuan korban bencana gempa, likuifaksi dan tsunami di Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi dan Parigi Moutong, yang dibina oleh Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKP-ST) dan Libu Perempuan, berkumpul membahas pemenuhan hak perempuan usai peristiwa bencana tersebut.

“Motesa (bincang-bincang/berbicara) perempuan merupakan rangkaian kegiatan dari motesa perempuan di tenda ramah perempuan (TRP) lokasi pengungsian, dinaikkan ke level tingkat kabupaten dan provinsi,” ucap Ketua KPKP-ST, Soraya Sultan, di Palu, Sabtu (30/3/2019).

Pembahasan strategi dan rumusan pemenuhan hak-hak dan perlindungan terhadap perempuan dan anak korban bencana Sulteng lewat kegiatan yang bertajuk ‘antara aku, perempuan dan kopi, yang melibatkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulteng, Bappeda, di Palu.

Soraya mengatakan, kegiatan itu sebagai wadah, menjaring aspirasi perempuan, sekaligus membuka ruang agar perempuan berani menyuarakan masalah yang dialami di lokasi pengungsian. Misalkan, masalah ekonomi, yaitu tentang pemenuhan kebutuhan dasar perempuan dan anak serta rumah tangga pascabencana.

“Banyak masalah yang dialami perempuan di lokasi pengungsian. Misalkan sarana kebutuhan, itu sangat minim dan menjadi problem besar di pengungsian,” sebut Soraya.

Minimnya air bersih di lokasi pengungsian, menjadi salah satu masalah serius. Belum lagi mengenai sarana MCK yang dibangun tanpa mempertimbangkan kerawanan dan kerentanan terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Selain itu, mengenai lapangan kerja terhadap perempuan. “Seperti perempuan di Desa Wombo Kaloro, mereka adalah petani bawang. Namun tidak bisa mengolah karena lahan pertanian rusak dan kesulitan air. Akhirnya mereka datangkan bawang dari daerah lain, yang biaya produksinya jauh lebih tinggi,” katanya.

Lihat juga...