Meski Diprotes, Thailand Tetap Sahkan UU Keamanan Siber

Ilustrasi bendera Thailand - Dokumentasi CDN

THAILAND – Pekan ini Thailand mengetuk palu Undang-Undang Keamanan Siber. Protes keras dari aktivis dan pengguna internet terkait masalah privasi dan pengawasan, tidak menghalangi pengesahan produk hukum tersebut.

“Kami sudah memastikan undang-undang ini tidak akan diizinkan untuk melanggar hak asasi manusia, dan tidak akan digunakan untuk kekuasaan,” kata Sekretaris Tetap Kementerian Ekonomi Digital dan Masyarakat, Ajarin Pattanapanchai, Minggu (3/3/2019).

Thailand merupakan negara terbaru di Asia yang mengesahkan undang-undang keamanan siber. Pemerintah negara tersebut membuat peraturan untuk melindungi jaringan dari serangan siber. “Undang-undang tidak akan digunakan untuk mengatur media sosial atau komputer maupun perangkat milik perorangan,” kata Pattanapanchai.

Tapi, aktivis setempat menyebutnya sebagai “undang-undang bela diri siber”, cyber martial law, karena berdampak pada privasi. Keberadaanya, dikhawatirkan akan mengakibatkan perusahaan asing hengkang dari Thailand. Para ahli berpendapat, bahasa penulisan undang-undang tersebut tidak jelas dan multitafsir. Hal itu akan menjadikan pihak berwenang dapat memberi aksi yang berbeda-beda sesuai tafsiran masing-masing pihak.

Hal itu dikhawatirkan dapat melanggar HAM. “Cakupan undang-undang tersebut sangat luas,” kata Direktur Media Digital Institut Hukum di Kasembandit University, Kanathip Thongraweewong.

Pemerintah militer Thailand membuat sejumlah undang-undang yang bertujuan mendukung ekonomi digital. Termasuk amandemen UU Kriminal Komputer 2017, yang akan menuntut pelaku tindak kriminal siber misalnya pelaku phishing. Undang-undang tersebut juga digunakan untuk menindak pandangan yang berseberangan. (Ant)

Lihat juga...