Industri Hilir Diperlukan Atasi Masalah Harga Sawit

Ilustrasi - Sawit [CDN]

BANJARMASIN — Anggota DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) Surinto berpendapat, untuk mengatasi permasalahan harga yang rendah terhadap buah kelapa sawit dari perkebunan rakyat perlu industri, terutama industri hilir.

“Saya kira untuk mengatasi masalah harga kelapa sawit rakyat salah satu solusi perlu industri hilir, kendatipun skala kecil atau untuk produk tertentu,” tegasnya di Banjarmasin, Kamis (7/3/2019).

Sebagai contoh industri pengolahan minyak goreng, bukan cuma membuat minyak mentah atau CPO, ujar wakil rakyat asal daerah pemilihan (dapil) Kalsel VI/Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) tersebut.

Wakil rakyat yang bergelar sarjana teknik asal “Bumi Bersujud” Tanbu tersebut berharap, dengan keberadaan industri hilir itu bisa mendatangkan nilai tambah dan mendongkrak harga sawit rakyat.

Pasalnya selama ini hasil perkebunan kelapa sawit rakyat hanya menjual dalam tandan buah segar (TBS), dari perusahaan perkebunan yang menampung juga baru pada tingkat pengolahan CPO, seperti di Tanbu, tutur mantan anggota DPRD kabupaten tersebut.

“Belum ada pemilik kebun sawit rakyat di Tanbu yang menjual dalam bentuk minyak mentah (CPO), apalagi sampai produk industri hilir, tetapi masih dalam bentuk TBS,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Padahal menurut dia, perkebunan kelapa sawit rakyat di Kalsel cukup potensial, seperti halnya di wilayah timur provinsi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota tersebut antara lain Kotabaru dan Tanbu.

Pendapat atau saran Surinto itu, sesudah melakukan reses/menemui konstituennya, yang sebagian merupakan petani sawit rakyat, beberapa hari lalu dan melihat kondisi objektif harga komoditas perkebunan tersebut belakangan ini murah atau anjlok.

Ia menerangkan, harga buah kelapa sawit belakangan ini dalam bentuk TBS pada tingkat petani per kilogram berkisar Rp600 – Rp700, sementara upah panen Rp250/kg.

“Dari keadaan tersebut atau perhitungan sementara petani sawit mengantongi duit sekitar Rp350 atau Rp400 atas penjualan hasil kebunnya,” tutur laki-laki berdarah Jawa kelahiran 1972 itu.

Lihat juga...