Pembangunan Infrastruktur Munculkan ‘Urban Sprawl’
JAKARTA – Ada hal menarik yang mungkin bisa ditanyakan para panelis saat debat capres terkait infrastruktur nanti. Pertanyaannya sederhana saja, pembangunan infrastruktur itu sebenarnya untuk siapa?
Setiap capres pastinya telah menyiapkan visi misi dan programnya terkait pembangunan kota dan infrastruktur. Sang petahana bahkan telah bekerja keras untuk mewujudkannya. Sementara, sang penantang pun tak kalah gesit, menyampaikan rencana-rencananya.
Namun apakah sudah benar-benar dikaji, sebenarnya untuk siapa pembangunan infrastruktur tersebut? Untuk siapa pembangunan jalan, MRT (Mass Rapid Transit), terminal, pelabuhan, kawasan perumahan dan permukiman, serta pusat bisnis dalam sebuah kota? Apakah gegap gempita pembangunan infrastruktur tersebut berdampak bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup mayoritas rakyat Indonesia?
Data World Bank menunjukkan, 60 persen keluarga di Indonesia berpenghasilan di bawah Rp2,5 juta. Dengan penghasilan sebesar itu, sudah bisa dipastikan mereka akan semakin termarginalkan, bila pemerintah tak hadir di sana. Mereka akan tinggal semakin jauh dari layanan serta sarana dan prasarana pembangunan infrastruktur kota. Mayoritas masyarakat ini terdesak semakin ke tepi, karena tak mampu mengakses lahan di daerah pusat perkotaan.
Bagaimana tidak terdesak ke tepi?
Kenaikan harga rumah semakin tak terkejar dengan pendapatan masyarakat. Bahkan, rumah yang disubsidi pemerintah saja sudah jauh melambung naik harganya dibandingkan dengan tingkat kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP).
Apalagi, rumah nonsubsidi yang murni dikembangkan swasta. Harganya semakin menggila dan tak terbeli oleh kebanyakan masyarakat. Kecuali, masyarakat kalangan atas, tentunya.