JAKARTA — Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Cilegon mendeteksi penyakit zoonosis brucellosis SP yang menyerang satu ekor sapi lokal dan berpotensi menular terhadap ternak sapi lain.
Kepala Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian, Ali Jamil, mengatakan deteksi penyakit dilakukan dengan pemeriksaan uji laboratorium Rose Bengal Test (RBT) dan Complement Fixation Test (CFT).
“Sapi itu langsung kami potong bersyarat. Pemotongan dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan berbagai faktor seperti kemungkinan tercemarnya lingkungan,” kata Ali dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Selasa (12/2/2019).
Ali mengatakan kehati-hatian dalam pemotongan wajib dilakukan untuk mencegah adanya cairan exudat dan sarang-sarang nekrose pada organ-organ viseral. Dalam keadaan demikian, seluruh organ visceral dan tulang harus dimusnahkan.
“Bagian daging boleh dikonsumsi setelah dilakukan pelayuan selama kurang lebih 9 jam. Baru kemudian dimasak” katanya.
Secara singkat, penyakit brucellosis adalah penyakit bakterial yang menginfeksi sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. Namun di Indonesia, brucellosis paling umum ditemukan pada ternak sapi dan sering dikenal sebagai penyakit keluron menular.
Ali menjelaskan, penyakit ini bersifat zoonosis yang dikenal sebagai undulant fever karena menyebabkan demam yang undulans atau naik-turun.
Brucellosis juga bisa menyebabkan hewan betina mengalami aborsi dan retensi plasenta. Sementara dampak lain pada binatang jantan bisa menyebabkan orchitis dan infeksi kelenjar asesorius.
“Kami benar benar melakukan deteksi ketat. Misalnya untuk CFT dilakukan di Balai Veteriner Subang dan Balai di Bogor. Pemeriksaan di kedua lab hasilnya positif,” ungkapnya.