Pak Harto dan Pertanda di Atas Cungkup Astana Giribangun

Makmun Hidayat

Di hari Minggu Wage itu, cuaca di sekitar Astana Giribangun terasa sangat redup, meskipun hari masih siang. Azan Asar baru saja dikumandangkan. Matahari entah bersembunyi di mana, tetapi udara tidak terasa panas seperti kalau cuaca sedang mendung. Juga tidak ada awan. Sama sekali tidak ada tanda-tanda akan ada hujan atau gerimis.

Deskripsi suasana tersebut diungkapkan Sukirno, juru kunci makam keluarga Pak Harto dan Ibu Tien Soeharto, Astana Giribangun, pada saat besama beberapa orang lain melaksanakan Bedah Bumi. Sebuah upacara permohonan izin kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar arwah Bapak H.M. Soeharto dikaruniai tempat yang terbaik.

Dalam buku Pak Harto The Untold Stories (2012) diceritakan Sukirno, ada kejadian yang dirasanya aneh tapi nyata saat melakukan proses penggalian makam untuk jenazah Presiden RI ke-2, H.M. Soeharto. “Pada pukul 15.30 saya bersama Komandan Koramil, Kapolsek, dan beberapa teman lain duduk mengelilingi tanah makam yang akan segera digali. Kami melaksanakan upacara Bedah Bumi yang dipimpin Pak Begug,” kisahnya.

Setelah itu penggalian pun dimulai. Hantaman lingggis yang pertama menghujam, disusul hantaman kedua. “Tepat pada hantaman ketiga, tiba-tiba duarrr!!! Terdengar suara ledakan yang sangat keras bergema di atas kepala kami,” ungkap Sukirno.

Mendengar suara itu, sontak mereka saling berpandangan dan berusaha memperkirakan asal suara itu. Menurut Sukirno, suara itu bukan seperti bunyi petir, lebih mirip dengan sebuah bom besar meledak di atas cungkup Astana Giribangun.  “Kami semua terdiam, karena kenyataannya tidak ada yang porak-poranda. Tidak ada pula benda yang bergeser dari tempatnya sebagai akibat dari bunyi ledakan sekeras itu,” jelasnya.

Lihat juga...