Berkat Genjer, Petani di Lamsel Raup Keuntungan Setiap Pekan
Editor: Satmoko Budi Santoso
Proses peremajaan tanaman dilakukan dengan memisahkan tunas muda dan ditempatkan pada lahan baru yang sudah dipupuk. Penggunaan pupuk kandang pada tahap awal serta pupuk urea saat genjer berusia dua pekan, membuat genjer akan memiliki kesuburan sempurna.
Sayuran genjer disebutnya ditanam tumpang sari bersama jenis tanaman jenis gundo. Pada bagian galengan atau pembatas sawah ditanami kacang panjang, jagung manis serta sebagian ubi jalar.
Meski genjer menjadi sayuran yang jarang dibudidayakan, permintaan stabil pada bahan kuliner tradisional tersebut cukup tinggi.
Setahun menanam genjer, Kamsiatun mencatat, rata-rata genjer yang dipetik berjumlah sekitar 60 ikat, sebanyak 30 ikat pada pagi hari dan 30 ikat pada sore hari.
Pemetikan genjer pada pagi hari diakuinya kerap dilakukan untuk disetorkan pada sejumlah warung dan pemetikan sore hari untuk dijual di pengepul yang akan diecerkan di pasar tradisional.
Sayuran genjer yang dijual dengan sistem ikatan menggunakan tali bambu dijual seharga Rp1.000 per ikat. Sehari dua kali panen dengan total sebanyak 60 ikat diakuinya membuat ia bisa mengantongi uang Rp60 ribu.
Sepekan genjer diakuinya dipetik hanya setiap hari Senin, Kamis dan Sabtu untuk kebutuhan pedagang pengecer di pasar serta pedagang keliling. Sepekan penuhi kebutuhan pedagang ia hanya mendapatkan hasil sekitar Rp180 ribu atau sekitar Rp700 ribu sebulan.
“Meski hasilnya kecil namun bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan pemeliharaan genjer lebih mudah daripada padi,” beber Kamsiatun.
Kamsiatun menyebut, meski sudah tidak menanam padi namun ia masih mendapat hasil bagian dari sang anak. Proses pemanenan genjer yang bisa dilakukan setiap hari atau kerap tiga kali sepekan bahkan bisa memberinya pemasukan lebih cepat.