PONTIANAK – Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Kalbar, Jusdar Sutan A, mengatakan penjualan hasil komoditas karet di Kalbar saat ini masih tergantung kepada pasar luar negeri.
“Karena itu kami berharap, rencana Presiden Joko Widodo untuk menyerap hasil produksi karet sebagai bahan baku aspal untuk pembangunan jalan pemerintah, direalisasikan. Dengan hal itu, karet Kalbar tidak mengandalkan pasar luar negeri,” ujarnya, di Pontianak, Sabtu (1/12/2018).
Jusdar menjelaskan, bila permintaan domestik tinggi, apalagi pemerintah berniat membelinya dengan harga di atas rata-rata, maka harga karet akan melonjak di tingkat petani.
“Hal itu tentu saja akan sangat membantu sekali kenaikan harga karet. Selama ini, karet kita sulit sekali naik, karena tergantung dari permintaan pasar internasional. Keinginan pemerintah untuk membeli hasil karet lokal tentu saja bisa membantu harga ini,” papar dia.
Jusdar juga menyebutkan, bahwa Gapkindo sendiri selama ini sudah mendorong pemerintah untuk bisa menyerap hasil karet produksi dalam negeri, melalui berbagai macam program. Terutama penggunaan karet sebagai bahan baku aspal.
“Hanya saja, keputusan ini menunggu hasil penelitian yang dilakukan pemerintah soal kelayakan dan efisiensi penggunaan karet sebagai bahan baku aspal,” jelas dia.
Jusdar menambahkan, potensi yang dimiliki karet sebenarnya cukup besar, karena beberapa produk yang digunakan oleh masyarakat dan perusahaan besar berasal dari karet alam.
“Hingga saat ini, karet alam tetap dibutuhkan dunia. Sampai kapan pun posisi karet alam tidak akan mungkin digantikan oleh produk lain. Sehingga karet alam tetap dibutuhkan,” katanya.
Jusdar menilai, potensi yang dimiliki Kalbar, khusunya di sektor karet, sangat menjanjikan. Namun, selama ini kendala yang dihadapi adalah produktivitas kebun rakyat masih sangat rendah. Hal itu disebabkan masyarakat tidak memiliki kesadaran untuk meremajakan kebun mereka. Produktivitas karet Kalbar, jika dibandingkan dengan rata-rata produksi karet secara nasional, masih sangat rendah.
Jusdar menjelaskan, penurunan harga karet yang terjadi selama ini akibat dari pelemahan ekonomi yang terjadi di Tiongkok. Sebagai negara pengimpor karet terbesar, perekonomian Tiongkok juga akan berpengaruh kepada harga karet.
“Sementara pelemahan ekonomi di Tiongkok, di sisi lain muncul negara-negara seperti Vietnam, Loas dan Kamboja, sebagai penghasil karet yang baru,” kata dia.
Dengan sejumlah persoalan yang ada, ia meminta kepada pemerintah dan para petani, agar melakukan peremajaan pohon karet.
Menurutnya, di Kalbar sudah banyak pohon yang harus diremajakan agar getah yang dihasilkan meningkat kuantitas dan kualitasnya.
“Dengan adanya peremajaan, maka produktivitas akan meningkat dan berkorelasi positif terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani. Kita bersyukur, Menteri Pertanian sudah berencana meremajakan sejuta hektare karet di Indonesia dan itu kita apresiasi,” kata dia.
Menurutnya, harga karet bisa lebih tinggi lagi, bila perekonomian global membaik. Kendati Desember 2018 ini permintaan meningkat, namun belum sebesar dibanding beberapa tahun silam.
Penyebabnya, negara-negara pengimpor tengah mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi yang berdampak langsung kepada produksi barang-barang dari karet di negara mereka.
“Kita melihat ke depan tren harga naik. Namun, semua tergantung perekonomian global juga semoga lebih baik dan pulih,” kata dia.
Jusdar juga mengimbau kepada para petani dan penyadap untuk menjual karet dengan kualitas bagus, agar harga yang diberikan dari produsen tinggi.
“Harga tergantung kepada kadar karet keringnya (K3). Semakin tinggi K3, semakin tinggi harganya. Jangan mencampur karet dengan sampah atau hal yang membuat timbangannya menjadi lebih berat, karena akan ketahuan,” pungkasnya. (Ant)