Pengajar: Sekolah Minggu Bukanlah Sebuah Sekolah, Tapi Bagian Katekisasi

Redaktur: ME. Bijo Dirajo

LAMPUNG — Wacana pengaturan Sekolah Minggu masuk dalam Rancangan Undang Undang Pesantren dan Lembaga Pendidikan Keagamaan mendapat tanggapan dari guru di gereja Santo Petrus dan Paulus Penengahan Lampung. Irmina Dwiati menilai, kegiatan tersebut merupakan bagian katekisasi dan bukanlah sebuah sekolah nonformal.

“Selama puluhan tahun sistem katekisasi atau pendidikan bagi umat Katolik sudah diterapkan terutama bagi anak anak, kerap disebut dengan sekolah minggu karena digelar setiap hari Minggu namun bukan berarti itu sebuah sekolah,” terang Irmina Dwiati yang dikonfirmasi Cendana News pada Kamis (13/12/2018).

Meski dalam tahap pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Irmina Dwiati menyebut agar RUU tersebut ditinjau ulang. Sebagai pengajar, ia juga bukan seorang guru agama seperti pada sekolah formal.

Ia bahkan menyebut dalam pendidikan keagamaan Katolik pengajar untuk pendidikan agama kerap dilakukan seorang katekis yang ditunjuk dengan pertimbangan khusus. Sebaliknya untuk mengajar sekolah minggu pendidikan khusus tersebut juga merupakan bagian dari pendidikan keimanan yang selanjutnya diajarkan pada anak anak.

Materi yang diberikan masih berkaitan dengan pendalaman tata cara ibadah, doa doa agama Katolik agar lebih dipahami oleh anak anak. Hal tersebut cukup berbeda dengan sistem pendidikan di sekolah pada umumnya.

“Pemahaman yang berbeda tentang sekolah minggu tersebut mungkin membuat RUU memasukkannya sebagai sebuah lembaga pendidikan nonformal,” beber Irmina Dwiati.

Irmina Dwiati menerangkan, pembatasan yang termuat dalam pasal 69 ayat 1-4 serta Katolik pada pasal 85 ayat 1-4 yang mana diatur bahwa pendidikan keagamaan nonformal harus memiliki peserta paling sedikit 15 peserta didik, justru akan menyulitkan bagi anak anak Katolik yang akan melakukan sekolah minggu.

Lihat juga...