JAKARTA — Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menginginkan pemerintah dapat benar-benar membenahi data komoditas jagung, karena saat ini target produksi yang ada dinilai tidak realistis.
“Tidak realistisnya target produksi jagung disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah cara penghitungan proyeksi target,” kata Kepala Penelitian CIPS Hizkia Respatiadi di Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Menurut Hizkia, selama ini, pemerintah menghitung proyeksi hanya didasarkan pada potensi benih jagung yang dikalikan luas lahan.
Sementara itu, ungkap dia, variabel lainnya tidak diikutsertakan yaitu produksi panen yang tercecer saat proses distribusi atau pengangkutan dan produksi panen yang tidak memenuhi standar atau busuk.
Ia juga berpendapat, selain cara penghitungan yang kurang tepat, kurangnya keberadaan mesin-mesin pengering jagung juga memengaruhi produksi jagung.
Padahal, lanjutnya, mesin pengering jagung memiliki kontribusi besar dalam mengurangi kadar air (KA) pada jagung. Dengan adanya mesin pengering, petani tidak perlu mengeringkan jagung di bawah terik matahari, mesin pengering juga akan sangat membantu petani saat musim hujan.
“Kadar air pada jagung akan memengaruhi harga jagung itu sendiri. Semakin kecil kadar airnya, maka akan semakin tinggi harga yang diberikan sekaligus memperpanjang daya tahan jagung saat disimpan,” jelas Hizkia.
Selain itu, lebih dari 45 persen komponen pakan ayam adalah jagung, maka jagung dengan kadar air yang rendah juga akan berkualitas lebih baik daripada yang memiliki kadar air tinggi.
Hizkia mengemukakan bahwa pembenahan data tidak hanya penting sebagai dasar pengambilan kebijakan impor, tapi juga kebijakan lain, seperti subsidi.