Kejayaan Barata yang Sirna di Surabaya

Oleh Mahpudi, MT

Ketika memasuki kota, penampilan kendaraan Hi-Ace yang ditumpangi Pak Harto begitu sederhana, sehingga masyarakat tak menyangka, penumpang di dalamnya adalah Presiden mereka.

Lalu, rombongan incognito Pak Harto mengarah ke Ngagel. Tujuannya ke lokasi pabrik mesin-mesin berat, yang saat itu bernama PN Barata. Rintisan perusahaan tersebut dimulai sejak masa Hindia Belanda, dengan nama NV Braat Machinefabriek.

Saat itu, perusahaan yang berdiri pada 1924, membuat mesin-mesin bagi keperluan pabrik-pabrik gula di seluruh Jawa. Ketika Indonesia merdeka pada 1945, NV Braat mengalami nasionalisasi, sehingga akhirnya berubah menjadi PN Barata pada 1961.

Ketika Pemerintah Orde Baru berdiri, dengan fokus kepada pembangunan pertanian dan penguatan infrastruktur, PN Barata juga dipercaya untuk membuat sarana-sarana bagi keperluan pembangunan jalan, antara lain memproduksi stoom walls. Incognito yang dilakukan Pak Harto ke PN Barata, antara lain mencari tahu kemajuan proses produksi mesin-mesin ‘Selender” itu.

Stoom walls pesanan pemerintah yang dibuat di PN Barata-Ngagel. Sumber Foto: Museum Purna Bhakti Pertiwi

Kunjungan tersebut terekam dalam foto-foto dokumentasi yang dibawa Tim Ekspedisi Incognito Pak Harto, dan tiba di lokasi yang sama pada 6 Juni 2012.

Sayangnya, ketika tim tiba di lokasi pabrik Barata Ngagel, tak ada tanda-tanda aktivitas pabrik di sana. Padahal, sekembali dari incognito, Pak Harto kemudian melakukan penguatan pabrik ini dengan menyatukannya dengan dua pabrik sejenis, yakni PN Sabang Merauke dan PN Peprida menjadi PT Barata Indonesia pada 1971.

Lihat juga...