Tambang Galian C Ilegal di Sumbar Masih Marak

Editor: Koko Triarko

Kepala Dinas Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran Provinsi Sumatra Barat, Zul Aliman/ Foto: M. Noli Hendra 
PADANG – Meski telah ada upaya untuk menertibkan penambang ilegal (tidak memiliki izin), nyatanya persoalan kegiatan masyarakat ini masih saja marak terjadi. Tidak hanya di satu daerah, tapi juga menyebar di sejumlah daerah di Sumatra Barat. 
Tim Penegak Perda Penertiban Tambang ilegal di Sumatra Barat, yang dikomandoi oleh Kepala Dinas Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran Provinsi Sumatra Barat, Zul Aliman, mengatakan, kegiatan galian C ilegal memang cukup sulit untuk ditertibkan. Ketika di satu titik telah ditertibkan, di titik lain malah membuka titik lainnya.
“Memang soal galian C marak terjadi. Bahkan kalau dihitung, bisa mencapai ratusan titik penyebaran adanya akitivitas tambang ilegal. Hal itu, tersebar di seluruh daerah di Sumatra Barat,” katanya, Rabu (31/10/2018).
Ia menyebutkan, dengan adanya aktivitas penambangan ilegal itu, telah berdampak kepada lingkungan. Tidak hanya kepada daerah aliran sungai, tetapi juga terhadap pertanian, dan juga hingga kerusakan hutan.
Sejauh ini, penanganan yang dilakukan ialah melakukan penertiban dengan cara menyita sejumlah alat yang digunakan dalam melakukan aksi tambang ilegal. Setelah itu, kepada warga yang bersangkutan diminta untuk mengurus izin usaha dalam melakukan kegiatan penambangan.
“Kenapa perlu memiliki izin, karena untuk menetapkan suatu tempat penambangan itu, butuh kajian. Bila dinilai amam dan tidak menimbulkan dampak, maka diberi izin. Tapi jika tidak, maka akan ada lokasi yang benar-benar dilarang melakukan kegiatan tambang,” ujarnya.
Menurutnya, tambang ilegal yang ada di sejumlah daerah di Sumatra Barat beragam, mulai dari galian C, tambang emas, dan jenis pertambangan lainnya. Namun, yang paling banyak ialah tambah galian C, karena adanya potensi galian C di sepanjang kawasan sungai.
Sungai yang terdiri dari banyak bebatuan dan pasir, membuat masyarakat nekat mengambilnya tanpa ada ketentuan, yang memikirkan dampak dan kelayakannya. Bagi masyarakat, asal ada pekerjaan yang menghasilkan uang, dan tidak memerlukan banyak modal, terjadilah sebuah kegiatan atau usaha.
“Untuk melakukan galian C, jika tidak ada eskavator, bisa menggunakan cangkul, atau bisa dilakukan dengan cara menyelem di kawasan sungai. Nah hal semacam ini, yang membuat kegiatan galian C marak terjadi. Bahkan, hampir di sepanjang aliran sungai ada kegiatan galian C,” sebutnya.
Zul mengaku, dari sejumlah tempat yang telah didatangi dan melakukan penertiban, sudah ada beberapa masyarakat yang mengurus izin. Ada yang diberi dan ada yang tidak diberi izin, karena berada di kawasan yang dapat menyebabkan dampak buruk.
Tim Penegak Perda Penertiban Tambang Ilegal di Sumatra Barat, yang turut bersama TNI, POLRI, Pol PP, dan bersama instansi lainnya, selalu mengingatkan kepada masyarakat. Bagi yang ingin memanfaatkan sungai untuk melakukan galian C, harap untuk mengurus izin. Namun, sikap masyarakat seakan menunjukkan ketidakpedulian dari peringatan yang telah diberikan tersebut.
“Galian C itu, setiap hari mampu mengeluarkan 30 truk per hari. Artinya, kondisi demikian telah menguras dan merusak sekian hektare tanah. Dampaknya jelas, terjadinya kerusakan aliran sungai yang menimbulkan runtuhnya tebing-tebing sungai, lama-kelamaan terjadi banjir bandang,” tegasnya.
Dalam waktu dekat, kata Zul, timnya akan kembali turun ke suatu daerah. Turunnya tim itu, adanya laporan dari masyarakat dan permintaan dari pemerintah di kabupaten dan kota, bahwa telah terjadi aktivitas yang membuat kerusakan lingkungan.
Di daerah yang akan didatangi itu,  nantinya akan dilakukan penertiban, sekaligus mensosialisasikan kepada masyarakat, untuk tidak melakukan aktivitas penambang ilegal.
Ia juga berharap kepada Pemerintah Kabupaten dan Kota, agar tidak menumpukan harapan ke Pol PP di tingkat provinsi. Tapi, lebih baiknya dari Pemerintah Kabupaten dan Kota bisa membentuk tim, yang tugasnya bisa menjadi perpanjangan tangan dari tim provinsi.
“Ini pengalaman saya, ketika kita telah menertibkan suatu tempat pertambangan ilegal, di hari kemudian, aktivitas serupa terjadi lagi. Nah, seharusnya pascapenertiban itu, ada pengawasan. Sekarang kesannya, ketika dari provinsi membereskan, ketika di tingkat kabupaten dan kota, malah membiarkan persoalan yang sama,” ungkapnya.
Ia menegaskan, untuk menegakkan aturan itu tidak cukup dan tidak akan bisa dikerjakan oleh satu pihak saja. Tapi, kepada seluruh pihak diharapkan turut berpartisipasi, dengan model beberapa hal. Karena, jika semua orang merasa hukum itu perlu ditegakkan, akan terwujud kerja sama.
Lihat juga...