Indonesia Tegaskan Komitmen di IGR-4

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya -Dok: CDN
NUSA DUA – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, menegaskan komitmen Indonesia dalam implementasi perjanjian global, terkait ekosistem laut dan pesisir dari pencemaran yang berasal dari aktivitas manusia berbasis daratan.
“Untuk isu-isu pesisir dan laut, Indonesia telah mengembangkan dan menerapkan sejumlah kebijakan, strategi dan program kerja nasional. Selain kebijakan nasional tentang agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan,” kata Menteri, saat membuka Pertemuan Intergovernmental Review (IGR-4) dari Global Program of Action (GPA) untuk Perlindungan Lingkungan Laut dari Aktivitas Berbasis Lahan di Nusa Dua, Bali, Rabu (31/10/2018).
Ekosistem laut mengalami ancaman serius dari aktivitas berbasis laut dan darat. Hingga 80 persen pencemaran laut berasal dari aktivitas manusia yang berbasis daratan.
Terkait dengan pengurangan dampak dari kegiatan berbasis lahan, ia mengatakan, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 tahun 2018, yang membahas rencana aksi strategis untuk memerangi sampah laut dari 2018 hingga 2025. Targetnya mampu mengurangi limbah padat hingga 70 persen.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga telah mengeluarkan Keppres pada 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional tentang Pengelolaan Sampah (JAKSTRANAS).
Indonesia juga telah mendesak komitmen dari 156 perusahaan, untuk mengurangi sampah plastik dan melakukan pembersihan pantai di 19 lokasi, serta rehabilitasi terumbu karang di 23 lokasi.
Pemerintah Indonesia juga telah meluncurkan Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk mengurangi limbah plastik, melalui berbagai kegiatan yang harus dilakukan oleh semua pemangku kepentingan.
“Kami juga telah menyelesaikan evaluasi pada 18 kota pesisir dan hasilnya menunjukkan, bahwa total limbah plastik yang ditemukan di perairan kita jauh lebih sedikit dari yang dikira,” kata Siti.
Direkur Regional Asia Pacific UNEP, Dechen Tsering, yang mewakili Direktur Eksekutif UNEP, mengatakan pelaksanaan IGR-4 ini memperkuat komitmen Indonesia dalam melindungi lingkungan laut.
Upaya melindungi ekosistem laut dari aktivitas manusia berbasis lahan, menurut dia, tidak semata-mata hanya untuk melindungi laut. Tetapi, juga untuk menunjang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di masa depan.
Investasi dan inovasi dari pihak swasta, menurut dia, sangat diperlukan. Kerja sama seluruh pemangku kepentingan, termasuk dukungan peneliti diperlukan menyelesaikan persoalan di darat yang dampak berdampak ke laut.
Pada konferensi lima tahunan Badan Lingkungan Hidup PBB (UNEP) ini, hadir sejumlah menteri negara lain, beserta perwakilan negara-negara anggota UN Environment, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), para ahli dan sejumlah anggota organisasi yang diakreditasi UN Environment Assembly.
Pada acara pembukaan, turut hadir Regional Director Asia Pacific Dechen Tsering yang mewakili Executive Director of UNEP, dan Gubernur Bali.
Dalam sesi sidang selama dua hari -31 Oktober hingga 1 November 2018, perwakilan negara-negara akan menyepakati hasil review pelaksanaan program aksi di tingkat global, regional dan nasional selama periode 2012-2017, Future of the Global Programme of Action pada periode 2018-2022, dan program aksi yang akan dilaksanakan pada periode 2018-2022.
Kesepakatan IGR-4 selanjutnya akan dituangkan dalam Bali Declaration on the Protection of the Marine Environment From Land-Based Activities.
Kegiatan ini, menurut dia, harus dilakukan oleh semua negara anggota dan diimplementasikan dalam kerangka kerja sama antarnegara, dengan meningkatkan kapasitas di bidang sumber daya manusia, pengetahuan dan transfer teknologi.
Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah, setelah pertemuan IGR ke-1 diselenggarakan di Montreal, Kanada, pada 2001. Pertemuan IGR ke-2 di Beijing, Cina, pada 2006, dan pertemuan IGR ke-3 di Manila, Filipina, pada 2012 dengan hasil berupa Manila Declaration. (Ant)
Lihat juga...