Mengenal Prosesi dan Makna Tradisi Mitoni Masyarakat Jawa
Editor: Mahadeva WS
YOGYAKARTA – Tinggi atau besarnya peradaban sebuah bangsa, tidak hanya dapat dilihat dari peninggalan warisan budaya yang bersifat kasat mata seperti bangunan kerajaan, candi atau bangunan lain.
Warisan budaya tak benda seperti kesenian, karya sastra dan tradisi, bernilai seni tinggi, serta penuh dengan makna filosofi. keberadaanya, juga menjadi salah satu bukti sebuah peradaban besar pernah ada di bumi Nusantara.
Meski telah berlangsung selama ratusan tahun, berbagai tradisi luhur peninggalan nenek moyang masih bisa ditemui hingga kini. Tak sekedar seremonial, berbagai tradisi itu, ternyata juga memuat nilai-nilai dan ajaran luhur hasil olah cipta, rasa dan karsa manusia. Salah satu diantaranya adalah tradisi pemaknaan terhadap momen siklus hidup seorang manusia, yakni kelahiran. Begitu pentingnya momen kelahiran dalam kebudayaan Jawa, dibuktikan dengan banyaknya ritual tradisi di dalam setiap fase proses ini.

Tradisi memperingati tujuh bulan usia kandungan, atau biasa disebut Mitoni, merupakan satu diantaranya. Salah seorang pelestari budaya asal Desa Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Wagiman, mengatakan, tradisi Mitoni menyimpan begitu banyak makna dan ajaran filosofi tinggi.
Mitoni, berasal dari kata pitu, dalam bahasa Jawa, yang artinya tujuh. Dilakukan khusus untuk pasangan suami-istri, pada saat sang istri tengah mengandung anak pertama. Tradisi Mitoni dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur sekaligus harapan dan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tradisi Mitoni biasa dilakukan pada hari-hari tertentu yang dianggap sebagai hari baik. Tanggal 7, 17 atau 27 dalam penanggalan Jawa, bisa dipilih untuk menggelar ritual upacara Mitoni. Upacara melibatkan sejumlah anggota keluarga, mulai dari pasangan suami-istri atau calon ibu-bapak hingga si kakek-nenek.