Lanjutkan Resolusi Jihad Untuk Kemandirian Pesantren

Editor: Koko Triarko

JAKARTA – Direktur Utama Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Arifin Purwakanta, mengatakan, para ulama Indonesia membuat resolusi jihad pada 22 Oktober 1945, untuk mendorong masyarakat berjuang melawan penjajah, pada saat itu.
“Makna itu bisa kita lanjutkan, yaitu resolusi jihad, tapi jihad untuk kemandirian pesantren dengan pemberdayaan program santriprenneur. Karena santri dan pesantren menjadi bagian penting dalam program pemberdayaan masyarakat,” kata Arifin,  di kantor BAZNAS, Menteng, Jakarta, Senin (22/10/2018) sore.
Menurutnya, program ini menjadikan pesantren sebagai basis dan pusat ekonomi, baik bagi warga pesantren maupun masyarakat sekitarnya. Ada pun program ini diimplementasikan melalui pengembangan keuangan mikro pesantren dan Zakat Community Development (ZCD).
“Kami mendorong pesantren yang selama ini dinilai sebagai komunitas tidak berdaya, dan bahkan kumuh untuk menjadi lebih baik. Komitmen kami untuk memberdayakan pesantren di Indonesia memiliki nilai ekonomi tinggi, baik bagi santri dan masyarakat sekitarnya,” ungkapnya.
Sebuah pesantren,. sebutnya, sangat banyak kegiatan terkait dengan pembelajaran dan pengajian yang melibatkan masyarakat. Dan ketika berhasil, dalam kegiatan pemberdayaan pesantren, maka multiplayer efeknya kepada masyarakat menjadi semakin tinggi.
Jadi, tegas dia, program santripreneur ini inspirasi bagi semua elemen bangsa untuk bisa memberdayakan pesantren di Indonesia.
Menurutnya, memberdayaan santri saat ini menjadi mengemuka, karena memang pertumbuhan jumlah pesantren di Indonesia setiap tahunnya meningkat.
“Program ini akan berkembang dengan  ditunjang pengembangan sektor produksi, pendampingan usaha, dan pengembangan ekonomi pasar pesantren,” ujarnya.
Kepala Divisi Pendayagunaan BAZNAS, Randi Swandaru, menyebutkan, tercatat 26.000 pesantren di Indonesia. “Ini sebuah potensi yang harus kita giatkan dengan pemberdayaan para santri dan masyarakat sekitar,” ujarnya.
Menurutnya, salah satu program santripreneur yang sudah berjalan ialah program BAZNAS Microfinance di Pondok Pesantren Sidogiri di Kota Pasuruan, Jawa Timur.
BAZNAS bekerja sama dengan Lembaga Keuangan Mikro Syariah Pesantren, memberikan bantuan pembiayaan kepada 851 pelaku usaha mikro sebesar Rp3 miliar. Penerima manfaat ini terdiri atas para alumni pesantren, masyarakat sekitar dan para wali santri yang tersebar di berbagai cabang Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) Sidogiri.
Sebelumnya, tambah dia,  Pesantren Sidogiri telah membangun ekonomi pesantren dengan menyatukan warga pesantren dan masyarakat sekitar. Dia berharap, program ini dapat memperkuat kelembagaan ekonomi yang sudah ada, dan memberikan dampak ekonomi berlipat bagi seluruh warga pesantren, orang tua santri dan  masyarakat sekitar pesantren Sidogiri.
Selain itu, pihaknya juga tengah mengembangkan program ini  di Pondok Pesantren Nurul Huda, Desa Langgongsari, Cilongok, Banyumas. Potensi di wilayah pesantren ini sangat besar untuk pemberdayaan ekonomi.
Antara lain, sebut Randi, dengan jumlah santri sekitar 1.000 orang, disiapkan untuk memproduksi hygiene kit yang dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dan produksi biogas untuk menghasilkan listrik bagi pesantren.
Selain itu, warga sekitar pesantren memiliki usaha gula kelapa yang dapat dioptimalkan pasokan produksi dan pemasarannya. Wilayah ini juga sedang disiapkan menjadi desa buah durian di Jawa Tengah.
Selain dua pesantren tersebut, pihaknya juga menyalurkan zakat dan infak ke sejumlah pondok pesantren di Indonesia. Pada 2016-2017, jelas dia, BAZNAS menyalurkan bantuan sebesar Rp6,3 miliar kepada 112 pesantren.
Sedangkan pada 2017-2018, sebaran penerima manfaat semakin meluas, yakni bertambah menjadi 144 pondok pesantren, dengan total dana tersalurkan Rp7,4 miliar.
“Pesantren menjadi penggerak masyarakat, santri sendiri terdidik menjadi ahli agama dan memiliki ahlak yang baik. Mereka juga bisa ikut meningkatkan perekonomian dan mengentaskan kemiskinan,” tutupnya.
Lihat juga...